Skip to main content

My Second Chance




2012 taugh me how to survived. That very-hard-year made me to be a survivor. I could trek up that year by myself. With God’s leading, definitely. I can’t believe I can passed it though I should go through the big storm.


Ok, so here is my true story. I swear this is not my ramblings. This is real.
I hope you guys can learn something from this.

***

Tahun 2012 memang tahun yang super padat buat saya. Padat pelajarannya. Bermula dari meninggalnya teman saya, A. Dia meninggal dunia karena mengidap penyakit leukemia di bulan April 2012. Tidak ada yang pernah percaya bahwa dia mengidap penyakit tersebut. Semuanya serba tiba-tiba. Kematiannya benar-benar menampar saya. Mungkin kita sering denger berita tentang orang yang tidak kita kenal meninggal dunia di televise, koran, dan sebagainya. Paling respon kita cuma mengucapkan Innalillahi , ikut berduka, lalu kehidupan normal kembali. Tapi ketika kita dihadapkan dengan kenyataan bahwa yang meninggal itu adalah orang terdekat kita seperti teman, sahabat, orang tua, atau saudara, pasti rasanya aneh. Membayangkan orang yang sehari-harinya berkomunikasi dengan kita, sosoknya ada di depan kita, dan yang suaranya pernah kita denger, ternyata udah berada di alam yang berbeda itu rasanya memang aneh.

Hingga beberapa minggu setelah dia meninggal, setiap malem saya selalu memikirkan sesuatu yang sama. Kematian itu ada ya ternyata. Kematian itu pasti dateng ya. Saya juga pasti bakal ngalemin. Apa yang A jalanin disana? Bagaimana rasanya ketika tiba-tiba malaikat pencabut nyawa datang? Dibawa kemana dia?  Pikiran itu terus berulang dan berulang. Akhirnya ada titik dimana bukan lagi kesedihan yang saya rasain. Tapi sebuah kebingungan tentang keberadaan saya di dunia.

Dan Allah maha hebat bagaimana cara Dia memberikan petunjuk, hari-hari yang saya jalanin di bulan berikutnya membuat kebingungan itu terjawab sudah.

Hari dimana A meninggal, saya harus menjalani tes Akuntansi di PT.PM. Saya tidak lolos karena memang tidak ada yang bisa saya isi. Pikiran saya gak focus.

Di bulan Mei, saya mengikuti tes recruitment di PT. BM. Mungkin inilah saatnya saya membayar kegagalan saya di PT.PM dulu. Dan Allah SWT juga ternyata mengajarkan saya banyak pelajaran melalui perusahaan ini. Pikiran saya sudah tidak lagi memikirkan kejadian di bulan April. Saya menyibukkan diri untuk meraih cita-cita saya. Satu minggu penuh tanpa henti saya mengikuti tes mulai dari psikotes, interview hard, FGD, interview user, sampai medical checkup. Semua tes saya lalui dengan lancar, kecuali medical checkup.  Setelah di telepon HRD lolos interview user, saya disuruh bersiap-siap untuk mengikuti tes terakhir, medical checkup sekitar 3 hari setelahnya. Medical checkup itu dilakukan di RS Boromeus. Sebagai manusia yang memiliki white coat syndrome (phobia segala hal yang berhubungan dengan dokter), pergi ke rumah sakit adalah nightmare. Bagaimana mungkin saya bisa berpositive thinking dengan hasil medical checkup? Menjalani tes medical checkup lebih menegangkan daripada interview dengan general manager sekalipun. Karena PT. BM akan menempatkan saya bekerja di site / remote area, maka kesehatan kandidat cukup penting. Itulah mengapa medical checkup yang kami lakukan sangat ketat. Dilakukan dalam 4 hari. Mulai dari tes ECG Jantung, tes paru-paru, rontgen, tes darah, tes urine, tes THT, tes mata, observasi langsung dengan dokter, hingga tes FESES (-_-).

Tes ini benaar-benar menguras energi. Dimulai ketika saya hampir pingsan ketika pengambilan darah puasa. Yang menyebabkan beberapa hari setelahnya saya harus tes darah ulang karena gula darah saya terlalu rendah. Lalu tes feses. Saya susah sekali untuk BAB hari itu, teman-teman saya hanya membutuhkan waktu sebentar untuk akhirnya memberikan feses nya ke petugas. Hingga jam 4 sore, perut saya belum berkontraksi. Padahal segala minuman berserat sudah saya minum. Teman-teman saya sudah pulang dari RS. Akhirnya saya menghadap suster yang mengurus medical checkup calon pegawai PT.BM

“Suster, saya belum mau poop.”
“Yasudah ditunggu sampai jam 8 malam”

Jam 4 sore saya pulang ke rumah. Berharap bisa poop di rumah. Saya menunggu hingga jam 8 malam hingga akhirnyaaaaa feses itu datang juga. Dengan ditemani ibu saya, jam 8 hampir menuju jam 9, saya pergi ke boromeus menyerahkan feses itu. Perjuangan yang gak gampang menunggu feses datang
-___-

Jujur, saya sangat stress menjalaninya. Setelah medical checkup itu saya lakukan, pikiran pikiran buruk mengenai keadaan saya muncul begitu saja. Seperti, jangan-jangan saya sakit X, atau sakit Y, atau sakit Z? Pengumuman hasil medical checkup diberitahukan sekitar satu bulan setelahnya.

Setelah menjalani medical checkup, saya mengidap penyakit aneh. Badan saya sangat lemas, seperti anemia. Untuk memegang handphone saja rasanya sulit. Melangkah rasanya beraaat sekali. Saya sedikit sesak napas. Setiap malam badan saya menggigil. Keluar keringat dingin. Leher, tangan, semua terasa sakit. Perut saya sakit. Dada saya sakit. Dan yang terburuk, pikiran saya menjadi gelisah. Saya gak bisa tidur. Saya selalu ngerasa bahwa sebentar lagi saya bakal mati. Mungkin terdengar drama, tapi demi Allah saya ngerasa kaya ajal bakal datang gak lama lagi. Baca terus tulisan ini, semuanya akan terkuak nanti.

Mungkin ini kebiasaan buruk, kalau sakit saya memang tidak langsung pergi ke dokter untuk mengeceknya. Saya tidak memberitahukan kedua orang tua saya. Saya tidak memberitahukan siapapun. Saya berlagak sehat. Saya berharap bisa sehat dengan sendirinya. Tapi ternyata ketidakinginan saya untuk memeriksakan diri ke dokter saat itu adalah bagian dari rencana besar-Nya.

Pengumuman hasil medical checkup memang satu bulan lagi, tapi saya sudah yakin bahwa saya pasti gak diterima. Dengan pikiran negative yang selalu saya tanem di otak, keadaan saya makin buruk. Tiba-tiba saya teringat teman saya yang meninggal bulan lalu, A. Saya pikir saya anemia kala itu. Karena saya benar-benar merasa gak ada tenaga sama sekali. Lalu saya pikir jangan-jangan saya leukemia juga. Leukimia adalah penyakit autoimun dimana sel darah putih menyerang sel darah merah. Apa itu yang membuat saya lemah dan anemia? Ditambah dada saya yang sedikit sesak membuat saya merasa bahwa anemia saya sudah berat. Mungkin sel darah putih sudah benar-benar menghabisi sel darah merah saya. Perut saya pun sakit. Saya jadi ingat beberapa minggu sebelum A meninggal, dia mengeluh perut yang sakit. Fix makin saya berpikir bahwa saya leukemia juga. Setiap hari saya ketakutan melihat tubuh saya jika tiba-tiba sudah ada bintik merah seperti A dulu. Setiap bangun pagi, saya bersyukur karena masih bisa hidup. Setiap mau tidur saya takut tidak bisa bangun lagi. Saya benar-benar takut.

Hingga akhirnya ketakutan akan kematian itu membuat saya mengingat apa saja yang sudah saya perbuat kemarin-kemarin. Memori tentang dosa-dosa yang pernah saya lakukan seakan mengintimidasi keadaan saya yang secara fisik juga sedang tidak baik. Saya minta ampun seampun-ampunnya. Saya bener-bener gak berdaya. Saya takut akan penyesalan yang berkepanjangan di kehidupan selanjutnya. Saya ngerasa sangat keciiiiil dan menyadari bahwa Allah maha besar. Saya gak bisa apa-apa. Saya mengakui semua kesombongan saya. Saya mengakui segala khilaf. Ini benar-benar teguran maha dahsyat.

Hingga akhirnya tanggal 2 Juli diumumkan hasil medical checkup. Saya dan beberapa temen gak lolos. Makin aja saya ngerasa kalau ‘saya ada apa-apa’. Tanggal 4 Juli, HRD PT.BM menelepon saya dan beberapa teman saya kembali. Mereka menyuruh kami untuk mengulangi beberapa tes. Tes yang harus saya dan teman saya jalani adalah tes urine ulang. Saya pergi ke pramita untuk tes urine ulang. Lalu hasilnya di scan dan di email kan ke HRD PT. BM. Hanya butuh waktu satu jam untuk mengetahui hasilnya. No wonder, disini saya juga stress bukan main. Hehe. Pelan-pelan saya membuka hasilnya. Semua hasil negative kecuali…

Leukosit Esterase dengan hasil Positif 1. Ketika mengambil hasil, penjaga pramita menyarankan saya jika mau berkonsultasi dengan dokter. Tapi saya terlalu takut untuk mendengarkan berita buruk. Untuk mengetahui apa arti dari leukosit esterase positif 1. Akhirnya saya menolak dan pergi dari Lab tersebut. Saya pun tidak melakukan searching di Google tentang apa itu Leukosit Esterase. Ternyata ketidakinginan saya untuk berkonsultasi kepada dokter dan searching di Google juga termasuk dalam rencana besar Nya.

Tiba-tiba saya teringat bahwa leukosit adalah sel darah putih. Makin lah saya meyakini asumsi saya bahwa saya memang mengidap leukemia stadium 1. Entah apa yang ada di dalam pikiran saya kala itu. Saya tidak bisa berikir jernih. Lalu saya pun memutuskan untuk tidak mengirimkan hasil tersebut. Saya menyimpannya rapat-rapat. Tapi… entah apa yang membuat saya tiba-tiba terbersit untuk mengirimkan hasil tersebut. 3 hari setelahnya saya kirim hasil tes urine itu dengan perasaan pasrah. Ternyata dorongan untuk akhirnya mengirimkan hasil tersebut juga termasuk dalam rencana besar-Nya.

Saya menjalani hari-hari dengan berpikir bahwa saya memang Leukimia. Saya cuma pengen sidang dan bikin ibu saya bangga. Saya menjalani sidang sarjana 10 Juli 2012 dengan susah payah. Dengan keadaan yang tidak terlalu baik. Dengan kondisi yang masih sama. Malah semakin buruk. Setelah saya berjuang menjawab setiap pertanyaan sidang, akhirnya sidang saya beres juga. Di akhir sidang, Pa Arwan, pembimbing saya, mengutarakan sebuah pertanyaan : Ada kata-kata terakhir? Hah. Makin saya merasa bahwa eksistensi saya di dunia tidak akan lama. Sempurna lah sudah kegalauan saya.

Selesai sidang, saya menatap teman-teman saya dengan pikiran, apa saya bakal ketemu mereka lagi? Saya sedih kala itu. Dan saya yakin tidak ada orang yang tau apa yang sedang saya pendam. Padahal itu hari dimana saya selesai sidang, dimana seharusnya saya senang.

Setelah sidang, saya dipanggil untuk mengikuti interview HRD PT. SIS . Gak ada hasrat untuk menjalani tes ini. Badan saya makin terasa gak fit. Saya Cuma pengen sehat. Betapa sehat sangat berharga buat saya kala itu. Tapi tak disangka saya lolos untuk interview user ke Jakarta. Walaupun ujungnya saya gagal dengan PT.SIS ini.

Ini sudah hampir 1 bulan dari ketika saya tes urine ulang. Belum ada pengumuman. Saya pikir, “Ah gak mungkin juga saya keterima, saya kan sakit.”

Hari-hari setelah sidang, saya mengurung diri. As usual, if my battery low, I need solitude in order to recharge. Saya pun menolak semua ajakan main teman. Ketika semua ber euphoria atas kelulusan sidang, saya berdiam diri untuk banyak berpikir. Saya menyadari bahwa sakit saya ini sebuah peringatan bahwa saya harus lebih bersyukur tentang kesehatan. Betapa bisa bernafas lega saja sudah sangat menyenangkan. Saya selalu sedih ketika melihat kedua orang tua saya. Karena memikirkan bahwa saya tidak akan bertemu mereka lagi. Saya menyadari semua kesalahan saya kepada mereka. Saya benar-benar malu sama Allah. Saya mulai menenangkan diri. Saya mulai menerima semua cobaan ini. Saya pernah berdoa begini “ Ya Allah jika memang kematian baik untukku, matikan aku dalam keadaan khusnul khotimah. Tapi jika kehidupan masih baik untukku, berikan aku kesempatan kedua untuk memperbaiki segalanya”

Saya tidak cukup percaya diri untuk bisa masuk surga. Tapi saya juga tidak ingin masuk neraka. Akhirnya saya memutuskan untuk memperbaiki segalanya sedikit demi sedikit. Saya tetap masih sakit. Saya tetap tidak mau ke dokter. Saya tetap menyimpan semua rapat-rapat sendirian. Hingga akhirnya ada satu pikiran yang bikin saya sangat sedih. Jika saya mati, saya belum bisa membahagiakan kedua orang tua saya. Saya ingin menaiki haji mereka. Tapi dengan keadaan seperti ini, rasanya tidak mungkin. Hingga akhirnya saya membuat.. surat wasiat. Saya bersumpah apa yang saya tulis ini benar. Mungkin kalian berpikir bahwa saya terlalu berlebihan. Tapi apa yang saya alami memang benar. Penyakit ini benar2 menyerang psikis saya bahwa saya benar2 akan meninggal.

Surat wasiat berupa buku itu berisi permintaan maaf saya kepada orang tua. Pesan-pesan untuk adik dan teman teman saya. Setiap menulis itu saya menangis. Halaman awal tulisan itu seperti ini:
Catatan Mailida
“ Bahwa kematian itu sangat dekat, teman..”

Untuk kedua orang tua ku, royalti buku ini kuserahkan sepenuhnya untuk kalian. Pergilah berhaji dan sedekahkan untuk siapapun yang membutuhkan.

Penerbit, aku mohon cetaklah tulisan ini menjadi sebuah buku. Lakukan segala cara yang baik agar buku ini menjadi best seller. Serahkan sepenuhnya kepada kedua orang tua ku. Hanya ini persembahan terakhir yang bisa kuberikan untuk mereka.

Saya bersumpah Demi Allah tulisan di atas pernah saya tulis. Saya gak mengada-ada. Sedih kan? Sedih banget. Saya bener-bener pengen beramal jika memang saya harus meninggal sedini itu. Di surat tersebut saya menulis keadaan saya setiap harinya. Saya nangis terus membayangkan bagaimana orang tua saya. Membayangkan bahwa saya belum bisa membahagiakan mereka. Hingga akhirnya saya benar-benar memohon kepada Allah untuk diberi kesempatan hidup kedua. Bahwa saya pengen bahagiain orang tua dan kembali ke jalan yang lurus. Saya pengen hidup saya lebih bermanfaat. Saya membuat proposal hidup kepada Allah tentang apa yang akan saya lakukan jika diberi kesempatan hidup kedua. Saya memikirkan kembali tujuan hidup saya di dunia ini.

Lalu, hidup saya berubah. Saya mulai mendengarkan apa yang jarang saya dengar dulu. Saya melakukan sesuatu yang seharusnya diperintahkan dari dahulu. Saya membaca apa yang jarang saya baca dulu. Hingga akhirnya saya pasrah. Saya menyesali semuanya.

Ketika seseorang masih menanyakan keberadaan Tuhan, kau bisa dengan mudah menemukan Nya di dalam mata para pesakitan yang merasa ajalnya sudah dekat.

Ketika kita menyia-nyiakan hidup, ingatlah ada seseorang yang menginginkannya untuk dimanfaatkan lebih baik.

Selama saya mengalami masa-masa ini, saya jadi teringat akan teman saya si A ini. Beginikah yang dia rasakan sebelum dia meninggal? Saya pernah mendatangi makam nya untuk berdoa dulu. Saya jadi membayangkan suatu hari nanti saya berada di dalamnya juga. Saya benar-benar tidak bisa melakukan apa-apa selain pasrah. Saya bertahan beberapa lama tidak memberitahukan apa yang saya alami kepada siapapun. Saya takut merepotkan orang tua saya. Saya takut bahwa penyakit ini membuat mereka sedih dan menjadi beban mereka. Saya memohon kepada Allah kala itu, agar selama hidup saya tidak menjadi beban siapapun. Saya benar-benar buntu.

Tapi, ternyata Allah maha menepati janji. Setelah kesulitan pasti ada kemudahan. Setelah kesulitan pasti ada kemudahan. Setelah kesulitan pasti ada kemudahan. Jalan keluar itu ada ketika kita sudah berada di titik terendah.

Beberapa hari sebelum bulan puasa, saya tergeletak di kasur lemas lunglai. Pusing dan merasa sangat sakit. Saya gak kuat. Akhirnya saya menyerah. Tiba-tiba ada dorongan kuat dari dalam diri saya untuk memberanikan diri searching tentang apa arti leukosit esterase positif 1. Saya pikir mungkin stadium 1 dan masih bisa diobati. Ternyata…

Leukosit esterase positif 1 bukan sesuatu yang berbahaya. Bukan juga leukemia. LE +1 adalah infeksi saluran kencing biasa. Karena masih positif 1, jadi tidak ada arti apa-apa. Saya duduk lemas. Lega. Juga terharu.

Dalam hati saya berkata. Allah menyelamatkan saya. Inilah caranya untuk membuat saya menjadi lebih baik. Inilah jawabannya. Inilah rencananya. Saya mulai mengerti hikmah semuanya. Saya bersyukur dan berusaha menjadi lida yang lebih baik. Karena inilah kesempatan hidup kedua yang harus saya jalani.

Besoknya saya memutuskan untuk pergi ke dokter untuk memeriksa keadaan saya. Karena ciri-ciri Infeksi Saluran Kencing tidak seperti apa yang saya alami. Jadi sebenarnya saya sakit apa?

Saya menjelaskan semua gejala yang saya rasakan. Sesak napas, badan lemas seperti anemia, menggigil kedinginan, perut leher punggung yang sakit, sakit menelan, dan semua yang saya rasakan sambil membawa hasil tes urine yang waktu itu saya lakukan di pramita.

Benar saja, dokter bilang LE +1 bukan sesuatu yang berbahaya. Dari situ saya bersyukur, untung saja Allah menggerakkan hati saya untuk mengirimkan hasil tes urine ulang tersebut ke HRD PT.BM. Namun hingga 1 bulan setelahnya mereka belum mengumumkan hasil tes urine tersebut. Saya tak peduli. Saya pasrah.

Setelah dokter memeriksa saya, dia memberikan satu resep obat. Saya bertanya. Obat apa ini? Dokter bilang ranitidine. Obat sakit maag.
-_________________________-

MAAG? Jujur saya gendok dan berpikir bahwa dokter salah mendiagnosa. Saya ke dokter hingga 3x dan diagnosanya pun sama. Setelah rasa sakit yang saya rasakan selama ini, saya di diagnose sakit maag. Semua jadi terasa lucu. Tapi saya masih tidak yakin, akhirnya saya searching dengan keyword maag dan sesak napas. Yang keluar adalah penyakit..

GERD. Gastro Exophagus Reflux Diseas. Refluks asam lambung menuju kerongkongan. Ciri-cirinya persis sama. Sesak, badan lemah seperti anemia, susah nelen, seluruh badan terasa sakit, dada sakit, dan…. Perasaan gelisih seperti mau meninggal. Jadi yang saya baca, ketika kita mengalami tekanan atau stress yang berlebihan maka asam lambung akan memproduksi terlalu banyak. Jadi jangan heran jika ketika kita sakit maag maka segala terasa karena di lambung ada semua jenis saraf. Untuk sesak napas, lambung dan paru-paru dibatasi oleh satu diafragma. Jadi ketika lambung berkontraksi hebat, dia akan menekan paru2 di atasnya.

Beberapa minggu setelah saya ke dokter, saya dapet kabar bahwa salah satu temen saya berinisial I juga mengalami hal yang sama. Tapi dia sampai masuk rumah sakit. Sampai harus dikasih oksigen. Gejalanya sama. Dan yang paling parah, semua keluarga sudah dia suruh untuk mengikhlaskan kepergiannya. Ketika saya menjenguk, dia cerita betapa herannya dia karena hanya di diagnose maag. Lalu saya cerita tentang GERD yang saya alami. Dia kini lebih lega. Cepet sembuh ya, I ;)

Di sebuah situs saya membaca komen banyak orang yang juga sakit seperti ini. Ada sebuah comment yang bilang bahwa penyakit ini benar2 menyerang psikis. Dia tulis gini: “Yakin lah pokoknya pasti ngerasa kaya ajal mau deket deh”

Ternyata itu perasaan yang sama yang bakal dirasain kalau kena sakit GERD. Dari situ saya merinding betapa jalan Allah untuk mengubah hambanya benar-benar tak tertebak. Betapa cara Allah memberikan saya pelajaran sangat luar biasa. Kejadian ini bikin saya makin menghargai hidup, gak bikin saya takut mati lagi karena kematian adalah bagian dari hidup, bikin saya berhati-hati dalam bertindak,  bikin saya menata kembali tujuan saya di dunia ini, bikin saya mendesign ulang apa yang akan saya lakukan ke depan. Sekarang semuanya jadi terasa lebih enteng. Lebih tenang. Lebih mensyukuri apapun yang Allah kasih. Apapun yang terjadi, ikhlas aja.. terima aja.. bahagia aja..

Setelah ini, saya jadi lebih yakin lagi bahwa takdir apapun yang Allah kasih pasti baik. Insya Allah saya bakal jadi lebih kuat menghadapi cobaan apapun yang akan saya jalani kelak. Karena tiada daya dan upaya kecuali petolongan Allah SWT. So, why worry?

Terimakasih banyak Ya Allah atas cobaannya :)

Mailida, Feb 2013

Comments

  1. Padahal klo cerita, bisa berkurang tuh stressnya, tapi ya syukurlah klo hikmahnya gede dan pengaruhnya besar, Alhamdulillah. :D

    ReplyDelete
  2. Hahah gak segampang itu bisa terbukaa. Tapi dicoba :) Iya Alhamdulillah hikmah nya besaaar

    ReplyDelete
  3. Saya sampai menangis ketika membaca tulisan ini :'(

    ReplyDelete
  4. degdegan mbacanya mba :(

    saya juga didiagnosis GERD...setelah ke beberapa dokter ada yang bilang saya normal, kena jantung, kena maag, akhirnya diagnosa tepat didapatkan saat ke sp. lambung.

    semoga sehat selalu ya..

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Mengatur Belanja Seminggu

Selama saya menikah, pengeluaran yang gak kekontrol itu pengeluaran makan. Awalnya, sebelum bikin meal preparation setiap minggunya, yang saya lakukan adalah belanja ke pasar setiap hari pulang kantor ((( setiap hari )))).  Dan itu boros banget. Mana sisa makanan pada kebuang karena busuk. Belum lagi sayur yang gampang layu dan gak bisa diolah. Yah.....namanya juga learning by doing ya. Akhirnya saya nemu cara belanja yang jauh lebih efektif, efisien, dan ekonomis. Namanya meal preparation . Dilakukan seminggu sekali dan disimpan dengan baik ke dalam storage box. Sekarang jadwal wajib saya setiap minggu pagi adalah ke pasar tradisional atau pasar modern diantar abang. Beli sayur dan lauk untuk keperluan seminggu ke depan. Dan tau gak sih, ternyata kalau kita well planned, pengeluaran makanan bisa sangat efisien. Manfaat yang saya dapet itu,  Bahan makanan pas habis dalam seminggu hampir tanpa sisa yang kebuang Hemat waktu dan hemat energi Pengeluaran makan gak boros Lebih

Pesan Moral Manusia ½ salmon

Beberapa menit yang lalu saya baru aja selesai baca buku nya raditya dika yang baru yang judulnya manusia setengah salmon. Awalnya agak sinis ama isi buku ini. Saya pikir, “Ah paling buku humor guyonan biasa aja. Ala raditya dika aja lah gimana. Lumayan lah buat cekakak cekikik. Itung-itung hiburan.” Saya pun sempet nyesel sebelum membaca buku itu secara keseluruhan. Tau gitu beli buku lain yang lebih bermutu. Yang lebih berat. Yang kontennya ‘lebih pintar’. Pikir saya. Ibu saya pun sempet nanya pas saya mau bayar ke kasir. “ Jadinya beli buku itu? Ngasih manfaat gak?” Di dalem hati saya menjawab. Let me see. Setelah beberapa hari buku itu terbengkalai, akhirnya saya baca juga ampe selesai. Emang sih banyak banget cerita yang bikin saya cekakak cekikik ampe ketawa-ketawa sendiri. Ok, it’s so raditya dika. Saya gak kaget. Hingga akhirnya saya berada di chapter terakhir buku ini. Chapter yang bikin saya mengemukakan pertanyaan monolog di otak saya. Is that you, raditya dika

Bahagia & Dian Sastrowardoyo

Apa itu bahagia? Semua orang menginginkannya. Hari ini saya mendapatkan sebuah pelajaran lagi tentang apa itu bahagia. *** Sebuah wawancara, Hitam Putih – Dian Sastrowardoyo “ Aku itu ambisius banget. Aku itu banyak mau. Tapi ternyata aku baru sadar dunia ini lebih enteng kalau kita gak terlalu ambisius-ambisius amat. Karena I have everything that I want to ternyata.” Waktu hamil, karirnya sedang berada di puncak. Awalnya agak menyalahkan kehamilan ini, tapi setelah syaelendra lahir dia bahagia sekali. Jika dirunut kebelakang, Dian adalah seorang yang ambisius dari kecil. Menurutnya, definisi ambisius adalah focus dan determine banget untuk mencapai apa yang dia mau. Dari umur 10 tahun dia sudah ingin sekolah di luar negeri more than anything in the world. Di umur segitu dia melakukan riset bagaimana caranya mendapatkan uang banyak agar bisa membiayai sekolahnya di luar negeri. Ternyata menjadi artis adalah salah satu cara untuk mendapatkan uang banyak karena ibunya