Skip to main content

Posts

Showing posts from September, 2012
"I love that she has an opinion, that she's intelligent, that she also has a heart. Things I dislike about her: she's a little bossy, a little mothering — which I'm sure could get very irritating." -Emma Watson on Hermione Granger.

Always in the kitchen at parties

ALWAYS IN THE KITCHEN AT PARTIES Simple tools for instant confidence By Leil Lowndes Kemaren di reading light saya baca buku judulnya Always in the kitchen at parties. Awalnya dikirain novel, ternyata buku psikologi tentang orang-orang yang mengalami social avoidant, shy type, atau social anxiety. Always in the kitchen at parties . Judulnya bener-bener me-representasikan isi buku tersebut. Pernah gak kamu nemuin tipe orang yang pemalu nya berlebihan? Ketakutan untuk ketemu orang sampai-sampai puter arah untuk menghindari berinteraksi sama orang. Atau jarang banget ngomong dan gagap kalau disuruh ngomong ke depan banyak orang. Kamu sering menerka-nerka apakah dia sebenarnya tuna wicara atau bukan. Hidupnya sendirian dan menghindari keramaian. Pernah nemu orang kaya gitu? Atau mungkin kamu kaya gitu? Saya pernah nemu orang kaya gitu. Sebut saja Miss. Social Avoidant. Iya, dia perempuan. Ketika baca buku ini, saya langsung mikir tentang si Miss. Social Avoidant. Gejalanya

#The Book Chapter 5

#5 Ssst. Bel berbunyi. Ada suara langkah kaki yang terasa semakin mendekat. Sadira mengambil ancang-ancang. Dia berlari menuju dapur dan mengambil apapun yang bisa dijadikan pertahanan. Sadira mengendap-endap ke belakang pintu. Tangannya kuat memegang sapu. “ Tunggu. Penjahat di siang hari? Memencet bel? Sungguh sopan.” Dia melepaskan sapu nya dan berjalan tenang menuju ruang tamu. Dia bersihkan badannya dari debu. Memeriksa siapa yang datang bertamu. Seorang wanita bertubuh mungil memunggunginya. Rambutnya panjang sebahu. Dia membawa sebuah keranjang kayu. “ Siapa kau?” Wanita itu membalikkan badannya. Dia tersenyum dan memberikan keranjang kayu tersebut kepada Sadira. Dia menunjuk papan nama di dadanya. “Alia?” Kata Sadira mengeja. Alia mengangguk. Dia memberikan sebuah kertas bertuliskan Selamat Sarapan dari Nyonya Pit. Sadira meraih keranjang itu. Melihat isinya yang ternyata berisi roti isi dan beberapa kaleng susu. Sadira mengucapkan terimakasih padanya. Alia mengang

#The Book Chapter 4

#4 Janji Dru. Ini hari kedua dia berada di Bandung. Rumah ini dia bersihkan sedikit demi sedikit. Masih terpampang dengan jelas foto keluarga mereka disini. Ayah, ibu, dan dirinya. Gambar yang diambil beberapa tahun yang lalu ketika Alanda belum ada. Sebuah lemari besar berisikan buku-buku yang telah menguning tersimpan di pojokan. Sebuah kaca yang cukup besar menjadi jalan masuk cahaya matahari dari luar. Rumah ini seperti keluarga nya. Bebas, terbuka, tak ada sekat. Tangannya membersihkan sarang laba-laba yang menempel di lorong tangga menuju lantai dua. Disini hanya terdapat satu kamar besar dan satu kamar berukuran kecil. Itu kamar ku. Katanya bergumam dalam hati sembari menoleh pada kamar yang terletak disebelah kiri. Dia buka pintu kayu tersebut dengan perlahan. Terlihat bayang ayah dan ibunya yang sedang membacakan sebuah cerita. Sadira kecil terbaring di atas kasur menutup matanya sambil sesekali mengintip kepada kedua orang tuanya. Kaki nya berpindah ke halaman bela

#The Book Chapter 3

#3 The Journey “Bantal kak?” Sadira menggeleng. Petugas kereta api meninggalkannya. Sampai sekarang dia masih tidak mengerti kemana dia akan pergi. Dimana tempat itu. Bagaimana dia tinggal. Dengan siapa dia disana. Pikirannya kosong tak mampu untuk berpikir. Rasanya seperti dihisap dementor di film Harry Potter. Mata yang selalu tertuju pada satu titik, wajah tanpa ekspresi, gema suara dialog masa lalu yang memekakkan telinga, itu lah dia hari ini. Seperti kehilangan penglihatan spectrum warna, yang dia liat hanya hitam dan putih. Terdengar suara tangisan, pekik keras seorang wanita, dan sekelibat memori-memori yang beterbangan di benaknya. Bayangan bias menyenangkan seketika berubah menjadi suatu adegan menakutkan. Bingung. Dia menahan rasa sakit di kepalanya. Cukup! Cukup! Air mata nya mengalir seperti tak sanggup menahan beban batin yang menyesakkan. Dia pejamkan matanya lalu tertidur. Dibelakangnya terdengar sayup-sayup suara anak kecil yang merengek kepanasan, seoran

#The Book Chapter 2

#2 Where is the good in goodbye Lautan hitam. Bendera kuning. Rundung duka menyelimuti salah satu rumah di kota Yogyakarta. Karangan bunga turut berduka cita berjejer memenuhi jalan. Mendung yang kalut mendramatisir kejadian hari itu. Tak ada yang tak terkejut. Terlihat para pelayat kesana kemari mencari informasi tentang kronologis kematian tersebut. Mereka saling menguatkan satu sama lain dan berpelukan menangisi kepergian orang yang mereka cintai. Di ujung sana. Seorang wanita turun dari mobilnya berjalan lunglai menuju rumah duka. Masih mengenakan setelan kantor lengkap dengan make up yang masih menempel diwajahnya. Mukanya kebingungan. Menerka-nerka siapa yang telah pergi meninggalkannya. Ayah, ibu, adiknya, atau siapa? Wanita tersebut tidak bisa menahan sesak di dadanya membayangkan salah satu anggota keluarganya telah pergi. Langkahnya melambat. Semua orang mendekat menepuk-nepuk pundaknya. Memberi kekuatan agar wanita tersebut sabar menghadapi takdir Tuhan yang pa