Jumat
yang lalu kakak dari temen saya menikah. Nah, ibu nya itu sekretaris Polban.
Jadi temen-temen sekantornya pada di undang. Termasuk ibu saya. Jadi lah hari
itu 27 orang ibu-ibu pergi bersama menggunakan bis kantor Polban. Ehm sorry. 26
maksudnya. Saya belum ibu-ibu.
Ibu
saya bilang kumpul nya di Polban jam 9 pagi. “ Loh bukannya acaranya jam 7 malem ya?” Kata saya heran. “Jakarta Bandung gak mungkin di tempuh
selama 10 jam kan?” Pertanyaan saya yang kedua. “Jadi, kenapa harus berangkat terlalu pagi?” Pertanyaan penutup di
dalam benak saya.
Akhirnya
misteri itu terkuak juga. Sebuah percakapan ibu saya dengan someone out there
di telfon menjelaskan semuanya.
“ Bu Yuyun, ari Tamrin teh buka
jam brp?”
“ Oh gt. Bu Dewi teh jadi ikut
gak ke Tamrin?”
“ Oh.. Keburu teu nya? Ah da saya
ge gak akan belanja banyak-banyak bu.”
Ok
kita catet. Gak belanja banyak.
Ternyata
ibu-ibu tersebut ada rencana buat pergi dulu ke Tamrin City. Hmm ok, terjebak
di dalam bus yang berisi 26 ibu-ibu yang berniat pergi berbelanja. It would be…..FUN.
FUN? Fun! ._.
Setelah
kumpul semua, kita bergegas pergi menuju Jakarta.
Di
dalam bis…
Ibu
X : “
Bu Adit, nanti mau belanja apa?”
Ibu
Y : “
Gak tau bu, ya yang gak ada di Bandung we. “
Ibu
X : “
Suami aku meuni udah wanti-wanti pas pergi teh jangan meulian tas wae. Eh da Ayah
gak akan beli tas aku mah. Da beli baju. Ceuk aku teh“
Ibu
Y : “
Haha ah sarua wae atuh ”
Ibu-ibu
ini udah mulai salah fokus. Tujuan kita ke Jakarta kan buat ke kondangan. Bukan
belanja. Bzzzzz -__-
Seorang
ibu sekitar umur 30 tahunan terlihat sudah tak sabar. Dia berjalan menuju kursi
depan sambil mengutarakan sebuah pertanyaan.
“Tamrin teh berapa jam lagi,
Pak Dadang? Buru atuh keburu tutup.”
Lagi-lagi
ada yang salah fokus.
Akhirnya
sampailah kami di Tamrin City sekitar jam 11 siang. Sebelum kami berpencar
masing-masing, supir bus mengambil alih sumber suara.
“ Ibu-ibu, ibu-ibu” Katanya berteriak tanpa TOA.
Tak ada yang menggubris.
Segerombolan
ibu-ibu yang sudah tak sabar mulai kasak kusuk menyiapkan tas dan dompet.
“ Ibu-ibu, kalem heula. Ibu-ibu
nanti kita.. “
Kalimatnya terpotong.
“ Pa Dadang buka pintu nya.
Hayu der”
“Astagfirullah. Ibu-ibu kalem
heula atuh. Nanti kita kumpul lagi jam 4 disini ya. Jangan lupa istigfar ya
ibu-ibu. Istigfar. Kade amnesia. “
Saya
yang lagi duduk di kursi ngakak gak kuat ngeliat kelakuan ibu-ibu yang pada heboooh
semua. Pa
Dadang akhirnya membukakan pintu. Tidak sampai beberapa detik, semua sudah
berpencar. Menghilang. Cepat. Seperti kilat.
…………………
Sambil
berjalan berputar-putar bersama ibu saya dan teman ibu saya, di tengah jalan
saya bertemu ibu-ibu tersebut. Ada yang sedang menawar sebuah tas di kios koko
Cina, ada yang lagi pa keukeuh keukeuh harga ama tukang kerudung. Ada yang lagi
asik sendiri ngudek-ngudek barang obralan. Semua sedang asik dengan dunia nya.
Di
tengah menemani ibu saya dan temannya belanja, saya mulai berpikir. Betapa
perempuan dan belanja menjadi dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Mengutip ucapan mendiang Tammy Faye, seorang artis dan penulis:
“I always say
shopping is cheaper than a psychiatrist”.
Memang
terkadang untuk beberapa wanita berbelanja bisa menghilangkan stress dan membuat
bahagia. Berbelanja bisa mendongkrak suasana hati yang kelabu menjadi ceria.
Singkat kata, belanja adalah obat stres termanjur ketimbang konsultasi ke
psikiater.
Namun untuk para shopaholic yang melewati batas justru tag line kalimat di atas bisa menjadi
boomerang untuk dirinya. Kebahagiaan semunya bisa jadi memunculkan stress baru.
Membaca novel Sophie Kinsela, The Confessions of a
Shopaholic, seolah menegaskan kembali bahwa belanja adalah cara mudah mencapai
kebahagiaan. Namun jika melebihi batas akan berdampak buruk terhadap
diri sendiri. Rebbeca Bloomwood, sang tokoh utama di buku tersebut adalah
seorang wanita modern yang sangat kecanduan belanja. Dia bisa melakukan hal
nekat untuk membeli barang yang dia inginkan. Karena nafsu belanja nya yang
tidak bisa dikontrol, akhirnya Rebbeca kehabisan uang hingga dikejar-kejar oleh
penagih hutang.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh tim dari University of Michigan School of Public Health, hal itu ternyata karena hasrat berbelanja wanita bentuknya seperti hasrat mencari makan.
Jika dibandingkan pria, cara berbelanja wanita sangat berbeda. Pria lebih cepat, cenderung tidak membandingkan, serta segera pulang setelah mendapatkan barang yang diinginkan. Sedangkan wanita, akan melihat secara detail barang dijual, kemudian dibandingkan dengan barang lain baik dari segi harga maupun kualitas. Wanita bisa menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk membeli pakaian.
Wanita cenderung ingin mendapatkan pengalaman baru saat berbelanja. Ia bisa menghabiskan waktu dengan memegang, melihat warna, dan melihatnya secara detail sebelum membelinya. Sedangkan pria sebelum berbelanja sudah tahu yang ingin dibeli sehingga lebih cepat dan efisien
Setelah wanita berbelanja, mereka tampak sangat senang dan bangga memperlihatkan hasil "buruan" belanjanya. "Bagi wanita, mendapatkan barang yang sesuai melalui belanja seperti mendapatkan hasil buruan,"@VivaNews
Sebuah filosofi emo ergo sum (saya berbelanja maka
saya ada) menjadi penanda social bahwa hal hal material lah yang menjadi sebuah
identitas eksistensi seseorang di sebuah lingkungan. Memang kita tidak bisa
melakukan stereotype kepada semua perempuan. Namun fenomena perilaku seperti
ini memang nyata dan sudah sering kita lihat.
Sebuah penelitian mengejutkan oleh Ilmuwan Westminster di
Inggris menyebutkan bahwa belanja dan menonton film porno memiliki efek yang
sama pada otak yang mirip gairah seksual (adiksi). Bahkan para shopaholic di buku
The Confessions of a Shopaholic ini justru harus mengikuti terapi untuk
menyembuhkan kecanduan akutnya. Jadi tag line shopping is cheaper than a psychiatrist harus kita maknai lebih
bijaksana.
***
Oke, kita kembali ke ibu-ibu tadi. Waktu telah menunjukkan
pukul 4 sore. Mereka telah kembali ke dalam bis. Menampakkan wajah yang (percaya atau tidak) sangat sangat super duper
ceria. Mereka saling membandingkan belanja an nya masing-masing dan saling
bertukar cerita pengalaman berbelanja mereka.
Seorang ibu-ibu yang berada beberapa kursi di depan saya
terlihat sibuk membereskan belanjaanya ke dalam tas.
“ Bu Eti, belanjaan aku mah udah di sumputin ke dalem tas. Biar
dibilang istri sholehah. Jadi ntar pas di jemput ama suami teh, si Ayah teh
bakal bilang gini : ‘Duh bageur euy
istriku gak belanja’ Hahah ”
“ Padahal mah
kan….. “ Sang ibu tersebut menepuk-nepuk ranselnya.
Mailida,
Mei 2012
huahhahahha lidaaaa ini ga nahan pisan
ReplyDeleteHahaha ngeri pokoknya mah :O
ReplyDeletewuahahahaha Lida ini betulan?, antara kocak dan kaget campur aduk, "Biar dibilang istri sholehah." aduh bagian itu mencengangkan... hahahaha
ReplyDeleteJadi waktu mereka berbelanja, itu beneran 'berburu' dalam arti sebenernya... wwwwwaaaaaaaaaawwwwwwwwwwwww
Hahahahaha iya, parah ya. Girls will be girls kang -__-
ReplyDeleteKunci keberhasilan adalah menanamkan kebiasaan sepanjang hidup Anda untuk melakukan hal - hal yang Anda takuti.
ReplyDeletetetap semangat tinggi untuk jalani hari ini ya gan ! ditunggu kunjungannya :D