Skip to main content

Pesan Moral Manusia ½ salmon

Beberapa menit yang lalu saya baru aja selesai baca buku nya raditya dika yang baru yang judulnya manusia setengah salmon. Awalnya agak sinis ama isi buku ini. Saya pikir, “Ah paling buku humor guyonan biasa aja. Ala raditya dika aja lah gimana. Lumayan lah buat cekakak cekikik. Itung-itung hiburan.”

Saya pun sempet nyesel sebelum membaca buku itu secara keseluruhan. Tau gitu beli buku lain yang lebih bermutu. Yang lebih berat. Yang kontennya ‘lebih pintar’. Pikir saya. Ibu saya pun sempet nanya pas saya mau bayar ke kasir.

“ Jadinya beli buku itu? Ngasih manfaat gak?”

Di dalem hati saya menjawab. Let me see.

Setelah beberapa hari buku itu terbengkalai, akhirnya saya baca juga ampe selesai. Emang sih banyak banget cerita yang bikin saya cekakak cekikik ampe ketawa-ketawa sendiri. Ok, it’s so raditya dika. Saya gak kaget.

Hingga akhirnya saya berada di chapter terakhir buku ini. Chapter yang bikin saya mengemukakan pertanyaan monolog di otak saya. Is that you, raditya dika?

Chapter terakhir itu judulnya manusia setengah salmon. Ada banyak kalimat yang bikin saya tertegun dan sadar bahwa : Woo-o, you are so fckn true. Time goes so fast!

Chapter itu nyeritain pengalaman raditya dika yang pergi ke kondangan nikahan temennya. Dia menemukan fakta bahwa mayoritas temen kuliah, temen SMA, dan bahkan mantan pacarnya udah pada berkeluarga dan punya anak.

Di perjalanan pulang dari kondangan, dia gak berhenti mikir tentang perubahan teman-temannya dan filosofi kehidupan ikan salmon.

Filosofi Ikan salmon :

Setiap tahunnya ikan salmon akan berimigrasi, melawan arus sungai,berkilometer jauhnya untuk bertelur. Di tengah perjalanan mereka banyak yang mati kelelahan bahkan jadi santapan beruang. Namun, salmon-salmon tersebut tetap pergi, tetap pindah, apapun yang terjadi.

Ikan salmon mengingatkan kita bahwa salah satu esensi kehidupan makhluk hidup adalah pindah.

Dimulai dari kecil, kita pindah dari rahim ibu ke dunia nyata. Lalu, kita pindah sekolah, pindah pekerjaan, pindah hidup, mati dan pindah ke alam lain.

Ketika lulus kuliah, gue mengalami perpindahan ke dunia nyata yang semakin sengit. Ketika masuk dunia nyata, gue pindah cita-cita. Gue pun mengalami pindah rumah.

Pindah juga bisa menyangkut urusan hati. Temen gue mentraktir gue karena sudah mampu melupakan mantannya yang sudah mati.

Semua bagian tubuh kita pun pindah. Benda mati pindah. Debu rumah pindah karena tertiup angin. Elektron berpindah berputar mengelilingi proton dan neutron dalam sebuah atom.

Hidup penuh dengan ketidakpastian, tetapi perpindahan adalah salah satu hal yang pasti. Setiap kali ke airport untuk kerja ke luar kota, gue selalu melihat orang-orang yang hendak pergi berpelukan dengan keluarga atau pacarnya di depan pintu masuk. Kepindahan membuat orang terdekatnya sedih.

Kalau pindah diidentikan dengan kepergian, maka kesedihan menjadi sesuatu yang mengikutinya.

Beberapa tulisan diatas yang ada di buku raditya dika bikin saya mikir. Begitu banyak pindah yang sudah saya lakukan di kehidupan saya. Beberapanya yaitu pindah sikap, pindah umur, pindah orientasi berpikir, pindah cita-cita sampai pindah hati. Pindah means berubah.

Betul juga, mau tidak mau kita harus seperti ikan salmon. Kita harus melakukan perpindahan karena tidak mungkin kita akan berada di tempat, zona, dan cara kita sekarang ini selama-lamanya.

Perpindahan itu seperti……

Pindah dari keadaan diberi orang tua hingga akhirnya kita harus memberi kepada orang tua. Pindah cara belajar yang biasanya masih nyontek jadi menyadari harus mengandalkan pemikiran sendiri. Pindah cara berpikiryang tadinya leha-leha menjadi harus lebih bekerja keras. Pindah dari dunia perkuliahan jadi dunia kerja. Pindah dari sikap yang masih manja jadi harus lebih mandiri. Pindah cita-cita yang tadinya pengen jadi ekonom menjadi seorang penulis. Pindah hati dari A ke B ke C lalu ke D.

Saya selalu ngerasa waktu berjalan terlalu cepat. Saking cepatnya sehingga saya baru menyadari perubahan-perubahan di sekitar saya yang awalnya saya gak ngeh sama sekali.

Akhir-akhir ini tweet temen-temen saya berbeda. Atau cara pandang mereka tentang sebuah hubungan juga beda. Tweet temen-temen cowo SMA saya yang saya kenal dulunya nakal jadi lebih religious. Waktu emang bikin mereka ‘pindah’. Temen-temen SMA saya yang dulunya nyari pacar cuma buat having fun doang sekarang orientasinya udah ‘nyari istri’ dan ‘nyari suami’. Bayi menjadi objek yang cukup menarik buat saya dan teman-teman wanita saya yang seumuran. Yang biasanya kita kalau jalan-jalan kerjaannya karokean dan nonton, jadi berubah kegiatan masak-masakan.

Gak nyangka adik saya udah semakin besar. Orang tua saya sudah semakin tua. Sepupu saya udah melahirkan. Tetangga depan rumah saya udah punya anak ke dua. Dan saya, udah ada di posisi hari ini. Umur segini. Kondisi seperti ini. Pencapaian seperti ini. Dan, hidup yang sepertinya sudah seserius ini.

Saya yakin, mayoritas kamu sekalian yang umurnya gak jauh beda ama saya, tiba-tiba memikirkan sesuatu seperti : Menikah? Punya Anak? Bekeluarga? Mencari uang? Hidup jauh dari orang tua? Dan kecenderungan keyakinan bahwa pasangan kita hari ini adalah suami/istri kita kelak.

Perubahan orientasi berpikir bergerak linier dengan jumlah umur manusia. Jadi semakin bertambah umur manusia, semakin dewasa juga orientasi berpikirnya.

Kadang saya mikir, kayaknya saya terjebak di dalam raga seorang wanita 21 tahun. Dulu ketika umur saya masih belasan, liat perempuan 21 tahun itu sepertinya dewasa, mapan mental, dan sebagainya. Tapi.. kayaknya bukan kaya saya hari ini deh. Bener gak sih sikap seorang 21 tahun tuh kaya gini? Haha.

Tiba-tiba muncul perasaan sedikit cemas ketika kita menyadari bahwa sebentar lagi akan ada yang namanya tahap.... hmm apa ya? dewasa mungkin. Saya siap gitu? Seorang saya? Yang seperti ini? Bisa? Yakin? Ada sedikit kebimbangan yang cenderung tidak yakin dengan kemampuan diri sendiri.

Seperti sebuah jawaban atas segala kebingungan, tiba-tiba saya teringat isi buku manusia setengah salmon halaman 255-257.

‘Kenapa semuanya jadi pindah secepet ini?’

‘Ya, mau gimana,’ kata pacar. ‘Emang harus begini kan? Kita kan gak bisa ngelawan waktu. Semuanya pasti berubah.’

‘Terus?’

‘Ya nikmati aja,’jawabnya enteng.

Kita sering berpikir bahwa ‘pindah’ adalah sebuah perpisahan. Sehingga kita sering merasa sedih melepas hal-hal yang diakrabi, hal-hal yang selama ini membuat kita senang dan nyaman. Akhirnya, melakukan perpindahan ke tempat baru membuat kita dihantui rasa cemas.

Apakah akan sama enaknya?

Apakah akan sama menyenangkan?

Apakah akan lebih baik?

Padahal untuk melalukan pencapaian lebih, kita tidak bisa hanya bertahan di tempat yang sama. Tidak ada kehidupan lebih baik yang bisa di dapatkan tanpa melakukan perpindahan.

See Lida? See? You don’t have to be afraid! :)

Tiba-tiba pertanyaan ibu saya beberapa hari yang lalu terngiang begitu saja.

“ …… Ngasih manfaat gak?”

Saya cuma bisa ketawa. Saya jadi malu sendiri ama sinisme yang udah saya bentuk terhadap buku ini. Hehe. Muup Eaaa B4ng RaDieTh.

Comedian doesn’t mean stupid. Bureaucrat doesn’t mean smart.

So, don’t judge people are stupid because they`re funny and don't judge people are smart because they’re serious.

@mailida

Mailida, Januari 2012

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Mengatur Belanja Seminggu

Selama saya menikah, pengeluaran yang gak kekontrol itu pengeluaran makan. Awalnya, sebelum bikin meal preparation setiap minggunya, yang saya lakukan adalah belanja ke pasar setiap hari pulang kantor ((( setiap hari )))).  Dan itu boros banget. Mana sisa makanan pada kebuang karena busuk. Belum lagi sayur yang gampang layu dan gak bisa diolah. Yah.....namanya juga learning by doing ya. Akhirnya saya nemu cara belanja yang jauh lebih efektif, efisien, dan ekonomis. Namanya meal preparation . Dilakukan seminggu sekali dan disimpan dengan baik ke dalam storage box. Sekarang jadwal wajib saya setiap minggu pagi adalah ke pasar tradisional atau pasar modern diantar abang. Beli sayur dan lauk untuk keperluan seminggu ke depan. Dan tau gak sih, ternyata kalau kita well planned, pengeluaran makanan bisa sangat efisien. Manfaat yang saya dapet itu,  Bahan makanan pas habis dalam seminggu hampir tanpa sisa yang kebuang Hemat waktu dan hemat energi Pengeluaran makan gak boros Lebih

Bahagia & Dian Sastrowardoyo

Apa itu bahagia? Semua orang menginginkannya. Hari ini saya mendapatkan sebuah pelajaran lagi tentang apa itu bahagia. *** Sebuah wawancara, Hitam Putih – Dian Sastrowardoyo “ Aku itu ambisius banget. Aku itu banyak mau. Tapi ternyata aku baru sadar dunia ini lebih enteng kalau kita gak terlalu ambisius-ambisius amat. Karena I have everything that I want to ternyata.” Waktu hamil, karirnya sedang berada di puncak. Awalnya agak menyalahkan kehamilan ini, tapi setelah syaelendra lahir dia bahagia sekali. Jika dirunut kebelakang, Dian adalah seorang yang ambisius dari kecil. Menurutnya, definisi ambisius adalah focus dan determine banget untuk mencapai apa yang dia mau. Dari umur 10 tahun dia sudah ingin sekolah di luar negeri more than anything in the world. Di umur segitu dia melakukan riset bagaimana caranya mendapatkan uang banyak agar bisa membiayai sekolahnya di luar negeri. Ternyata menjadi artis adalah salah satu cara untuk mendapatkan uang banyak karena ibunya