Skip to main content

#TheBook Chapter 1



#1
Ku pejamkan mata sebentar, lalu dia sudah berada di depan ku…..
Selalu.

“ GASTA !!?? ”
Sadira menoleh kearah depan pintu. Dua lonceng diatas pintu saling bergemerincing bergantian tertiup angin. Seakan menyambut kedatangan Gasta yang kini sedang berdiri menyilangkan tangan sembari menyenderkan kepalanya menatap Sadira.
Ups. Dia tak sadar teriakannya cukup mengganggu para pengunjung yang datang. Sadira lupa ini kedai buku. Kini semua orang mengarahkan mata kepadanya lalu berlanjut mencari sosok lelaki yang Sadira teriaki. Mereka melakukannya serempak. Kompak sekali. Tatapan tajam di balik para kacamata membuatnya menunduk memalingkan muka karena malu. Oke baiklah,  bisakah kalian berhenti mengintimidasi ku dengan tatapan menyebalkan seperti itu? Katanya bergumam dalam hati.
Gasta hanya menggeleng sambil tersenyum seakan memaklumi kelakuannya. Dia berjalan melewati Sadira yang berlumuran debu karena membersihkan lemari buku. Tak dihiraukannya, dia langsung saja merebahkan badan di sebuah kursi kayu rotan dengan hiasan sulur dedaunan palsu yang mengelilinginya. Sebuah tempat di pojokan yang view nya menghadap langsung ke luar. Hujan membuat kaca di depannya berembun. Dia menorehkan jemarinya menuliskan nama Sadira di atas embun.
Bagai tersihir, mata Sadira tak bisa lepas mengikuti langkah Gasta dari mulai dia bertengger di depan pintu hingga duduk di kursi sulur. Matanya berpindah cepat mengamati jenggot-jenggot kecil yang sudah sedikit tumbuh, tangan yang kekar, langkah yang tegap, dan mata coklat yang selalu menatap kuat.
“Bentar ya” Bisiknya kepada lelaki itu dari jauh.
Gasta tersenyum.
&&&
Mata Alia mencermati Sadira yang sedang mempercepat pekerjaannya. Dia menjejalkan beberapa buku yang tercecer dengan asal. Mencampakkan sang kemoceng yang sudah membantunya sedari tadi. Sadira berlari kecil ke arah dimana lelaki tersebut berada. Seperti tak sabar untuk segera menemui Anggasta Guntara.
Kenalin al, ini pacarku. Anggasta Guntara.
Kenalin al, ini pacarku. Anggasta Guntara.
Kenalin al, ini pacarku. Anggasta Guntara.

Pikiran Alia melambung kebelakang mengingat kejadian hari itu. Ketika pertama kalinya Sadira memperkenalkan Gasta kepadanya. Kalimat tersebut terngiang berulang-ulang di benaknya.
Kalau teringat kejadian tersebut, dia hanya bisa menggeleng pasrah dan tak habis pikir. Dia abaikan pikirannya lalu melanjutkan racikan teh gingseng nya untuk pengunjung yang sudah lama menunggu.
Hmmm dia datang lagi. Kata Alia dalam hati sambil mengaduk-ngaduk teh.
&&&
“Ha-ha-hanya lima menit! Lihat keterlambatan ku hanya lima menit kan?“ Katanya tak memakai jeda sambil menunjuk jarum jam di tangan nya. Sadira mengatur nafas nya yang terengah-engah. Mengontrol diri dengan meminum segelas teh madu di depannya.
Gasta mengusap kepala Sadira lalu menyuruhnya untuk duduk di sampingnya.
“Sini” Katanya sambil menepuk sofa dipinggirnya.
 Sadira menurut.
Gasta mendekatkan mulutnya ke telinga Sadira. Mendekat… mendekat… Hingga mereka saling merasakan panasnya hembusan nafas yang mengalir. Jantung Sadira berdegup kencang. Kupu-kupu di dalam perutnya beriak menciptakan sensasi euphoria seperti melihat perayaan kembang api. Sadira sudah siap dan mulai memejamkan mata. Gasta meraih tangan kanan Sadira lalu membisikkan sesuatu yang membuatnya cemberut malu.
“Nona cantik, jam mu mati.”
&&&
Perempuan manis yang sedang berdiri di depan meja kasir sibuk menuliskan jawaban atas pertanyaan para pengunjung di atas kertas. Tangan nya melintir, menari, hingga bergetar menggerakkan pena. Tubuhnya yang kecil bergerak kesana kemari berpindah dari satu pengunjung ke pengunjung lainnya.
“ Ka, buku-buku Paulo coelho ada dimana?”
“ Ini bisa dipinjem gak mba?”
“ Pesen Kopi Vietnam nya satu. Anter ke kebun angan”
“ Semuanya berapa?”
Ini hari sabtu ya? Pantas saja kemung tak seperti biasanya. Alia benar-benar tak diberi jeda. Tanggung jawab benar-benar membebatnya untuk bersikap sabar melayani setiap pengunjung yang datang.
Sementara Sadira sedang menikmati waktu berduanya bersama Gasta. Seakan-akan kanan kirinya adalah hamparan bunga seperti di The Skagit Valley, Washington state. Taman bunga yang dipenuhi oleh bunga tulip dan daffodils yang berjajar rapi berdasarkan warnanya. Langit yang biru dibalut awan putih yang indah. Wangi semerbak bunga bagaikan aroma terapi kedamaian. Mereka berlarian mengejar satu sama lain sambil tertawa. Terjatuh menghempas rumput hijau lalu saling berpandangan.
Hah. Indahnya jatuh cinta.
Embun di pinggir kaca jendela kemung mereka jadikan media gambar. Sadira asyik sendiri melukis lelaki di depannya. Gayanya bak pelukis handal. Menggaruk-garuk dagu yang tidak gatal sembari mengernyitkan dahi memastikan bahwa gambarnya sudah sempurna.
“Taaa-daaa” Kata Sadira memperlihatkan gambarnya kepada Gasta dengan sumringah.
Gasta memberikan jempolnya. Kebawah.
Raut muka Sadira berubah geram. Dia hapus gambarannya memakai tissue dengan cepat. Lalu menghembuskan napasnya di atas kaca untuk membuat embun baru.
“Baiklah, aku buat lagi!” Katanya sedikit kesal.
Gasta menahan tawa.
            Entah apa yang mereka bincangkan sekarang. Sadira tak henti-hentinya berbicara sambil menggerak-gerakkan tangannya memeragakan sesuatu. Gasta mendengarkan dengan seksama seperti tak ingin melewatkan setiap cerita yang Sadira utarakan. Kadang mengangguk, menaikkan alisnya ke atas, mata yang membelalak, hingga menepuk jidatnya seakan apa yang Sadira bicarakan sudah tidak masuk akal. Namun percakapan tersebut selalu berakhir dengan gelak tawa yang membahana.
Benar ya kata orang, jika sedang jatuh cinta, dunia milik berdua. Yang lainnya? Mungkin ngontrak. Bukan. Yang lainnya tak pernah diciptakan.
Para pengontrak yang sebenarnya diciptakan, ehm maksudnya, para bookworm merapat memenuhi semua tempat. Mereka asyik sendiri dengan dirinya. Kau tau? Jika pecinta buku sedang menikmati me time nya, tak akan ada yang bisa mengganggu. Karena pikirannya sudah berenang mengarungi setiap bacaan yang membuatnya tenggelam dalam lautan kata.
Seperti lelaki yang satu itu. Yang duduk di atas kursi besi berkarat didekat area filsafat.
Namanya Burin. Dia anak kuliahan semester 6 di Universitas Parahyangan. Katanya sih anak jurusan HI. Gak heran jika buku bacannya cukup berat dan sangat filosofis. Lelaki nerd ini memang sedang mempertanyakan tentang keberadaan alam ini. Banyak sekali pertanyaan dibenaknya yang dia coba cari jawabannya melalui sebuah buku.
Keberadaannya sudah seperti kuncen kemung. Datang paling pagi, pulang paling akhir. Sosoknya tak banyak bicara dan jarang berinteraksi. Hanya dia, buku, dan beberapa gelas kopi pahit yang hanya tinggal tersisa ampasnya saja.
Yang kedua, entah siapa namanya. Seorang penulis muda keturunan cina dengan muka oriental kental  yang sering dipanggil cici oleh teman-temannya. Kadang dia tidur sendirian di kebun angan sambil menengadahkan  kepalanya ke langit. Mencari inspirasi, katanya.
Dibeberkannya beberapa novel yang dia pinjam di atas tikar anyaman. Dia baca satu persatu lalu menuliskan sesuatu. Begitu saja terus berulang-ulang.
Dan satu lagi. Bapak tua yang sedang duduk santai menggerak-gerakkan dirinya di atas kursi goyang ini pun bisa kupastikan adalah pengunjung yang paling tua. Veteran yang sedang menghabiskan masa tuanya ini tinggal di rumah yang posisinya tepat berada di belakang kemung. Hampir tiap sore dia datang dan membaca buku-buku sejarah orde  baru dan Gerakan G30 S/PKI yang menjadi koleksi ayah Sadira dulu.
See?
Mereka dan buku. Bersatu.
&&&
Senja di penghujung sore dengan aroma rumput yang sedikit basah menemani gelak tawa renyah Sadira bersamanya. Aliran darah berdesir mengalir kencang menciptakan sensasi yang tak bisa dijelaskan dengan bahasa verbal.
Gasta memang pandai menekan tombol leleh wanita itu hanya dari satu centi senyuman yang dia lemparkan kepadanya. Kini tangannya melingkar memeluk Sadira erat. Mengelus-elus punggungnya lembut lalu diakhiri dengan pertemuan bibir dan kening yang membuat bulu kuduk nya merinding. Dan ya, tombol lelehnya tertekan lagi.
Aku pergi dulu ya.
Sadira mengangguk. Rasa rindu itu selalu ada setiap harinya. Bahkan ketika orang tersebut berada di sampingnya. Dia membuka mata, dan tak sabar menunggu pertemuan selanjutnya.

Comments

  1. Sampai detik ini hai kau Sang penulis kacangan.. Blogger yang bermimpi untuk menggapai langit dan kawan-kawan dimana setiap hari adalah “hari-suci” bertemakan bahasa asing beserta roti dan isinya menuju duniamu.. suatu hari tulisanmu akan terpampang menjadi sebuah bacaan wajib di toko buku ternama, menjadi halaman terdepan dari senyum anak-anakmu kala senja terlintas berulang kali,. Dan di atas pusara penuai suka dan dukamu, Kali ini aku akan membuatmu mual kembali, tapi tak kan membiarkanmu haus akan air mineral dari galon gratisan kantin kampus, lagi....

    Aku bersaksi atas nama “hari” dan “suci”, dimana namamu terukir diantara keduanya.. Masih tersimpan rapi di tempat itu selama beberapa tahun terakhir ini, tahun yang sudah kulewati bersama orang-orang dari jenis mu yang lain, mereka hanya mampu menempati beranda , tak seorang pun yang bisa menggantikan nya,. kau masih terlelap disana bersama senyuman sebagai hijab penghias parasmu..

    Tetaplah disana,

    Regards - Chocolate Days Rebirth.

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Mengatur Belanja Seminggu

Selama saya menikah, pengeluaran yang gak kekontrol itu pengeluaran makan. Awalnya, sebelum bikin meal preparation setiap minggunya, yang saya lakukan adalah belanja ke pasar setiap hari pulang kantor ((( setiap hari )))).  Dan itu boros banget. Mana sisa makanan pada kebuang karena busuk. Belum lagi sayur yang gampang layu dan gak bisa diolah. Yah.....namanya juga learning by doing ya. Akhirnya saya nemu cara belanja yang jauh lebih efektif, efisien, dan ekonomis. Namanya meal preparation . Dilakukan seminggu sekali dan disimpan dengan baik ke dalam storage box. Sekarang jadwal wajib saya setiap minggu pagi adalah ke pasar tradisional atau pasar modern diantar abang. Beli sayur dan lauk untuk keperluan seminggu ke depan. Dan tau gak sih, ternyata kalau kita well planned, pengeluaran makanan bisa sangat efisien. Manfaat yang saya dapet itu,  Bahan makanan pas habis dalam seminggu hampir tanpa sisa yang kebuang Hemat waktu dan hemat energi Pengeluaran makan gak bor...

Pesan Moral Manusia ½ salmon

Beberapa menit yang lalu saya baru aja selesai baca buku nya raditya dika yang baru yang judulnya manusia setengah salmon. Awalnya agak sinis ama isi buku ini. Saya pikir, “Ah paling buku humor guyonan biasa aja. Ala raditya dika aja lah gimana. Lumayan lah buat cekakak cekikik. Itung-itung hiburan.” Saya pun sempet nyesel sebelum membaca buku itu secara keseluruhan. Tau gitu beli buku lain yang lebih bermutu. Yang lebih berat. Yang kontennya ‘lebih pintar’. Pikir saya. Ibu saya pun sempet nanya pas saya mau bayar ke kasir. “ Jadinya beli buku itu? Ngasih manfaat gak?” Di dalem hati saya menjawab. Let me see. Setelah beberapa hari buku itu terbengkalai, akhirnya saya baca juga ampe selesai. Emang sih banyak banget cerita yang bikin saya cekakak cekikik ampe ketawa-ketawa sendiri. Ok, it’s so raditya dika. Saya gak kaget. Hingga akhirnya saya berada di chapter terakhir buku ini. Chapter yang bikin saya mengemukakan pertanyaan monolog di otak saya. Is that you, raditya dika...

Flashback

If you carry your childhood with you, you never become older Tom Stoppard Udah lama banget deh pengen nulis tentang masa SD saya di SALMAN, tapi selalu aja gak sempet dan gak ada waktu. Males sih sebenernya. Hahaha . Mangkanya mumpung gak males, saya pengen cerita deh Masa SD saya yang super menyena ngkan. And the story begin..... EX-CALIBUR Dulu pas zaman SD saya punya dua geng. Geng pertama namanya excalibur, anggotanya Saya, Putri , Kania , Hamdan , Bajay , Rian . Sayangnya kita bukan geng anak manis. Yah bisa dibilang partner in crime lah. Kita punya markas di bawah bunga bougenvil di deket pintu masuk sekolah. Gila ya how small nya kita dulu ampe cukup duduk ber 6 di bawah ta naman bougenvil. Disana kita sering rapat. Dan kalian tau apa yang kita rapatin? Ini nih topik rapat kita. " Dimana lagi ya markas kita selanjutnya? " Setelah mendapatkan conclusion dari rapat tersebut, akhirnya kita pindah markas. Setelah markas baru sudah di tentukan, kita rapat lagi un...