Skip to main content

22.
Age is just a number

Sambil menggosok gigi pikiran saya melayang dengan tujuan entah kemana. Membayangkan ini dan itu. Suara gesekan sikat dan gigi yang beradu mengaburkan beberapa gaung di dalam pikiran. Then some random thinking pop up in my head.

Kuisioner penelitian pake skala apa?
Hari ini kuliah apa ngeliwet di mabes?
Pa Arwan ada gak ya?
Yang dateng ngeliwet berapa orang?
Umur saya udah 22?
Pengelolaan Dana alokasi khusus.
Laper
Penguji nanya apa ntar pas sidang?
Pake baju apa hari ini?

 Aktivitas pagi itu biasa saja. Ngeliat kalender, tanggal telah berubah menjadi 4 mei. Saya ulang tahun ya? Masih saja saya tidak yakin. Beberapa sms masuk ucapan selamat ulang tahun belum juga meyakinkan saya. Mention twitter telah penuh. Notifikasi facebook sudah bertambah. Saya ulang tahun ya?
Hingga akhirnya saya menyadari bahwa umur hanya label. Saya tidak merasakan perubahan angka tersebut secara nyata.

Tapi tunggu.

Perubahan itu mulai sedikit saya rasakan ketika saya melihat foto diri dari mulai kecil hingga umur segini. Sambil kebingungan, lagi-lagi saya bertanya. Kapan perubahan-perubahan ini terjadi? Dulu saya sekecil ini? Sekarang sudah sebesar ini? Transformasi itu samar terasa. Dari dulu, setiap hari, setiap bangun tidur, kebiasaan saya selalu berkaca. Tapi tak pernah sekalipun saya terperanjak karena keterkagetan saya melihat fisik yang berubah. Makin tinggi, makin besar. Tumbuh. Ternyata perubahan itu terlalu smooth untuk bisa saya sadari secara ekstrim. Kuasa Allah memang luar biasa.

Umur 22 saya maknai menjadi sebuah perjalanan. Menuju sesuatu. Menuju label berikutnya. Sampai atau tidak, saya tidak tau.

Bagaimana kita bisa merasa bahwa umur kita masih muda jika kita tidak tau hingga umur berapa kita berada di dunia?

Sambil membereskan barang-barang yang akan dibawa, sebuah draft kertas proposal tugas akhir di dalam tas mengalihkan perhatian saya. Saya tercenung. Sudah 4 tahun ternyata. Transformasi itu benar-benar tidak saya sadari. Saya tersenyum dan bergegas menuju kampus.


Ps. Saya mandi ko ke kampus -____-

Mailida, May 2012

Comments

Popular posts from this blog

Mengatur Belanja Seminggu

Selama saya menikah, pengeluaran yang gak kekontrol itu pengeluaran makan. Awalnya, sebelum bikin meal preparation setiap minggunya, yang saya lakukan adalah belanja ke pasar setiap hari pulang kantor ((( setiap hari )))).  Dan itu boros banget. Mana sisa makanan pada kebuang karena busuk. Belum lagi sayur yang gampang layu dan gak bisa diolah. Yah.....namanya juga learning by doing ya. Akhirnya saya nemu cara belanja yang jauh lebih efektif, efisien, dan ekonomis. Namanya meal preparation . Dilakukan seminggu sekali dan disimpan dengan baik ke dalam storage box. Sekarang jadwal wajib saya setiap minggu pagi adalah ke pasar tradisional atau pasar modern diantar abang. Beli sayur dan lauk untuk keperluan seminggu ke depan. Dan tau gak sih, ternyata kalau kita well planned, pengeluaran makanan bisa sangat efisien. Manfaat yang saya dapet itu,  Bahan makanan pas habis dalam seminggu hampir tanpa sisa yang kebuang Hemat waktu dan hemat energi Pengeluaran makan gak boros Lebih

Pesan Moral Manusia ½ salmon

Beberapa menit yang lalu saya baru aja selesai baca buku nya raditya dika yang baru yang judulnya manusia setengah salmon. Awalnya agak sinis ama isi buku ini. Saya pikir, “Ah paling buku humor guyonan biasa aja. Ala raditya dika aja lah gimana. Lumayan lah buat cekakak cekikik. Itung-itung hiburan.” Saya pun sempet nyesel sebelum membaca buku itu secara keseluruhan. Tau gitu beli buku lain yang lebih bermutu. Yang lebih berat. Yang kontennya ‘lebih pintar’. Pikir saya. Ibu saya pun sempet nanya pas saya mau bayar ke kasir. “ Jadinya beli buku itu? Ngasih manfaat gak?” Di dalem hati saya menjawab. Let me see. Setelah beberapa hari buku itu terbengkalai, akhirnya saya baca juga ampe selesai. Emang sih banyak banget cerita yang bikin saya cekakak cekikik ampe ketawa-ketawa sendiri. Ok, it’s so raditya dika. Saya gak kaget. Hingga akhirnya saya berada di chapter terakhir buku ini. Chapter yang bikin saya mengemukakan pertanyaan monolog di otak saya. Is that you, raditya dika

Bahagia & Dian Sastrowardoyo

Apa itu bahagia? Semua orang menginginkannya. Hari ini saya mendapatkan sebuah pelajaran lagi tentang apa itu bahagia. *** Sebuah wawancara, Hitam Putih – Dian Sastrowardoyo “ Aku itu ambisius banget. Aku itu banyak mau. Tapi ternyata aku baru sadar dunia ini lebih enteng kalau kita gak terlalu ambisius-ambisius amat. Karena I have everything that I want to ternyata.” Waktu hamil, karirnya sedang berada di puncak. Awalnya agak menyalahkan kehamilan ini, tapi setelah syaelendra lahir dia bahagia sekali. Jika dirunut kebelakang, Dian adalah seorang yang ambisius dari kecil. Menurutnya, definisi ambisius adalah focus dan determine banget untuk mencapai apa yang dia mau. Dari umur 10 tahun dia sudah ingin sekolah di luar negeri more than anything in the world. Di umur segitu dia melakukan riset bagaimana caranya mendapatkan uang banyak agar bisa membiayai sekolahnya di luar negeri. Ternyata menjadi artis adalah salah satu cara untuk mendapatkan uang banyak karena ibunya