Wanita berwajah lugu itu datang lagi. Dia berdiri tepat di depan ku. Sudah lama sekali kami tak bertemu. Sekarang di keningnya bertengger rambut poni yang hampir menutupi alis. Tak biasanya dia mengenakan asesoris. Rambutnya yang panjang dipangkas tinggal sebahu. Mungkin penampilan baru. Aku tak lagi melihat kaos lusuhnya. Kini dia mengenakan turtle neck berwarna ungu yang dipadukan dengan renda Chantilly Lace pink yang membuatnya makin terlihat anggun. Sepertinya baju mahal. Bibir merah nya merekah tersenyum kepada ku. Aku pun membalas senyuman nya. Rasanya seperti pertemuan teman lama.
Hari ini apa lagi yang akan dia ceritakan kepada ku? Terakhir bertemu dengan nya, wajahnya begitu merah merona, mata nya berbinar, senyum nya merekah mempesona. Berkali kali dia mengatakan ‘aku jatuh cinta…aku bahagia…aku jatuh cinta…aku bahagia’. Aku masih ingat bagaimana dia selalu menari dan bernyanyi menyenandungkan lagu cinta. Tersipu malu ketika menyadari bahwa dia telah melakukan hal hal konyol di depan ku.
Aku tahu lelaki itu, dia pernah memperlihatkan foto nya kepada ku. Lelaki sederhana yang membuat hidup nya terasa sempurna. Dia terus-terusan memuji nya di depan ku. Tak pernah sekalipun aku mendengar kata-kata sumbang tentang dirinya. Sesempurna itukah dia?
Dia lah satu-satu nya lelaki yang dapat memberikan sensasi bercinta hanya dari cubitan nya yang manis dan usapan tangan nya yang lembut di kepala ku. Lelaki magis yang dapat menyihir kupu-kupu berada di dalam perutnya. Hanya dengan satu senti senyumannya, dia dapat membuat wanita di depan ku merasa nyaman bagaikan tertidur siang di balik awan. Dia adalah rasa manis di dalam secangkir teh lemon pahit. Lelaki ini yang selalu membuatnya merasa rindu walaupun mereka sangat berdekatan. Dia menawarkan kebahagiaan yang sederhana hanya di dalam genggamannya yang kuat.
Ini bukanlah sekedar cinta superficial dangkal yang hanya muncul karena hasrat dua insan yang semu semata. Ada sesuatu yang lebih mendalam.
Mereka seperti dua yang bersatu.
Hingga saat ini indra pendengar ku belum memberikan peringatan jemu atas cerita tentang lelakinya.
Namun, hari ini ini ada yang berbeda.
Lekat. Dia terus-terusan menatap ku. Tak pernah sekalipun melirik objek lain. Matanya selalu berpapasan dengan mata ku. Dia belum mengatakan apa-apa, namun sepertinya ada sesuatu yang terjadi.
Mata itu tak bisa bohong dari ku. Raut cinta itu telah sirna. Diganti dengan sinar ketakutan yang terpancar sangat jelas. Hanya aku yang bisa melihatnya. Hanya aku yang bisa merasakannya. Ada apa dengan mu?
Tak butuh waktu lama hingga wanita itu menangis di depan ku. Mata ku mengeluarkan sebuah tetesan air secara otomatis bersamaan dengan nya. Wanita itu terdiam sejenak, seakan-akan menyesali setiap tetes air mata yang dikeluarkannya, dia langsung menegakkan badan dan menghapus air mata nya.
“ Kau tak berhak mendapatkan air mata ku!”
Teriak nya dengan lantang. Mukanya yang lembut, seketika memperlihatkan raut kebencian. Dia terus-terusan menangis sambil mengungkapkan kekesalannya yang telah terakumulasi sejak dulu. Memendam sesuatu memang seperti bom waktu. Kita hanya tinggal menunggu waktu nya berubah menjadi 00:00 dan lihat saja, pasti meledak.
Dia kembali menyalahkan kepolosan ku. Dia geram dengan sikap ku yang tak memiliki pendirian. Dia bilang, aku hanyalah wanita bodoh yang tak berdaya. Dia terus saja menghardik ku sembari mengatakan kata-kata kasar yang tak pantas diucapkan oleh wanita secantik itu. Ya, aku. Selalu aku yang dipersalahkan.
Aku pikir pertahanan yang dia miliki sudah mulai terkikis oleh rasa letih, putus asa, dan sakit hati yang berkepanjangan. Kini dia tak lagi bisa melakukan tipu daya terhadap batin nya sendiri.
Kaum wanita memakai make up untuk menutupi kekurangan wajah nya. Kaum wanita dapat mengaplikasikan teori ‘bibir tersenyum hati menangis’ dengan sempurna. Wanita memang sudah terbiasa menyembunyikan sesuatu. Termasuk perasaannya.
Kini dia memohon pertolongan sambil meraung-raung dan berlutut di depan ku. Dia selalu ingin bertukar tempat dengan ku. Memohon kepada ku agar keluar dan tidak bersembunyi. Tak ada lagi teriakan dan kata-kata kasar, dia menangis di depan ku. Inilah dia yang sebenarnya. Lemah, sendu, tak berdaya.
***
Dari jauh kulihat sesosok lelaki bertubuh tegap yang mengenakan kemeja biru. Datang menemui ibu nya sembari memberikan sesuatu. Sekejap, hadiah tersebut sudah bertengger di leher, jemari, dan lengan tangan ibu nya. Sungguh berkilauan. Ibu terlihat sangat senang. Apakah lelaki ini yang membuatnya selalu datang kepada ku sambil menangis?
Lelaki ini pun tak kalah memiliki magis. Dia menyulap gubuk tua menjadi rumah mewah. Membungkam mulut seluruh anggota keluarga dengan uang. Menyihir wanita lugu ini agar diam dan hidup bersamanya. Bagaimana mungkin dia bisa menyelamatkan diri jika tak ada lagi pintu keluar yang tersisa?
Kini air mata yang mengalir sudah bukan lagi symbol kesedihan. Air mata itu telah berubah fungsi menjadi tanda tak berdaya, kepasrahan, dan rasa takut. Tak ada lagi cinta sederhana. Selamat tinggal kekasih lama.
Sekarang dia pergi dari hadapan ku. Menemui lelaki yang membuat ibu nya bahagia. Aku pun menghilang. Keberadaan ku hanya akan muncul ketika dia menemui ku kembali. Nanti.
Kami memiliki jarak dan tinggi yang sama. Tak ada yang berbeda. Kecuali, dia nyata dan aku maya. Aku adalah belokan arah dari garis tempuhan. Aku hanyalah pantulan yang akan dia temui ketika dia ingin sendiri. Ketika dia ingin merefleksikan ketakutan dan perasaan nya. Ketika tak ada yang mendengarkannya kecuali aku. Ketika dia tak memiliki keberanian hanya untuk sekedar bercerita pada orang lain. Aku hanyalah bayangan nya yang berada di dalam cermin datar.
Maaf, aku tak bisa menolong mu.
Mailida, September 2011
Comments
Post a Comment