Skip to main content

Dunia Diksi

Tulisan ini dimuat di writingsession.blogspot.com

Tema : TANDA SERU

Seru, Tanya, Titik, Koma, Spasi, dan Huruf sedang berbincang di atas kertas putih. Mereka bersinergi untuk menciptakan struktur, intonasi, dan jeda yang baik di sebuah tulisan. Sebagai penciptanya, sang penulis tak pernah memisahkan mereka. Bagaikan enam saudara yang berasal dari satu orang tua.

Malam ini sang penulis sudah bersiap untuk mempekerjakan mereka. Kata demi kata dia rangkai untuk menghasilkan satu cerita. Awalnya lancar-lancar saja. Namun tiba-tiba dia mengalami masa mandat berkarya. Writer`s Block. Ada apa dengannya?

Atau,

Ada apa dengan tulisannya?

***

“ Tanpa gue, cerita ini gak akan pernah ada. Gue yang terpenting!” Ucap huruf dengan angkuh kepada kelima saudaranya.

“ Tunggu, sebagus apapun kata terangkai, tak akan dimengerti jika tidak ada aku!” Spasi menepis ucapan huruf dengan emosi.

“ Tanpa titik pembaca pun tak akan memiliki jeda membaca. Harus ada aku yang dapat menghentikan setiap kalimat. Aku pun sama memiliki peran. Seperti kalian! ”

Tanya tak diam, diapun mengungkapkan peranannya kepada yang lain. “ Aku yang ditugaskan untuk mempertanyakan sebuah kebenaran. Membuat cerita menjadi lebih menarik dengan adanya rasa penasaran. Lihat! Aku bagaikan garam di sayur asam. Mungkin tanpa aku kalian masih bisa berjalan, tapi kujamin rasanya tidak akan mantap.”

“ Ah sudahlah jangan banyak berkelit! Coba bayangkan, jika kalian harus membaca sebuah cerita yang hanya di penuhi dengan tanda baca, lalu tanpa aku di dalamnya. Apakah bisa? Hahah ” Huruf terus saja membanggakan dirinya.

“ Kalau begitu akupun memiliki andil di dalam sebuah cerita! Peran ku sungguh mulia, memberikan kesempatan bernapas untuk para pembaca.“ Semua saling tuding merasa yang terbaik. Tak terkecuali koma.

“Aku tau peran ku tak pernah banyak. Aku hanya dipakai setelah rasa emosi yang kuat. Tapi aku bersyukur peran ku tak banyak. Kehadiran ku hanya membuat suasana cerita selalu menjadi tak enak. Tapi bagaimanapun juga kita memiliki tugas dan fungsinya masing-masing. Kita semua baik, namun jika bersama kita yang terbaik. Kita tak akan berarti apa-apa jika sendiri. Seharusnya kalian sadari itu. Kita hanyalah para penyokong cerita di dunia diksi. Yang terpenting itu ada disana.“ Seru menunjuk isi kepala sang penulis yang sedang serius memikirkan kelanjutan cerita.

“ Imajinasi” Ucap seru menegaskan.

Semuanya tertunduk, merasa malu dengan kesombongan yang mereka bangga-banggakan.

***

Hampir semalaman sang penulis berkutat dengan ceritanya. Memilih kata-kata yang terbaik untuk tulisannya. Sudah berapa banyak kertas yang dia buang. Merasa apa yang ditulisnya belum sempurna.

Tiba-tiba saja imajinasinya mengalir. Seperti sesuatu yang menyumbat jalan aliran idenya telah terbuka. Tangannya menari-nari merangkaikan kata.

“ Ah, akhirnya selesai juga ceritanya.” Sang penulis mengakhiri goresan terakhir di kertas putihnya. Dia menghela napas lega.

***

“ Kerja yang bagus, saudaraku. Kita berhasil.” Seru tersenyum kepada koma, huruf, tanya, titik, dan spasi. Mereka membalas senyumannya serempak sembari menyeka keringat di dahinya.

Comments

Popular posts from this blog

Mengatur Belanja Seminggu

Selama saya menikah, pengeluaran yang gak kekontrol itu pengeluaran makan. Awalnya, sebelum bikin meal preparation setiap minggunya, yang saya lakukan adalah belanja ke pasar setiap hari pulang kantor ((( setiap hari )))).  Dan itu boros banget. Mana sisa makanan pada kebuang karena busuk. Belum lagi sayur yang gampang layu dan gak bisa diolah. Yah.....namanya juga learning by doing ya. Akhirnya saya nemu cara belanja yang jauh lebih efektif, efisien, dan ekonomis. Namanya meal preparation . Dilakukan seminggu sekali dan disimpan dengan baik ke dalam storage box. Sekarang jadwal wajib saya setiap minggu pagi adalah ke pasar tradisional atau pasar modern diantar abang. Beli sayur dan lauk untuk keperluan seminggu ke depan. Dan tau gak sih, ternyata kalau kita well planned, pengeluaran makanan bisa sangat efisien. Manfaat yang saya dapet itu,  Bahan makanan pas habis dalam seminggu hampir tanpa sisa yang kebuang Hemat waktu dan hemat energi Pengeluaran makan gak bor...

Pesan Moral Manusia ½ salmon

Beberapa menit yang lalu saya baru aja selesai baca buku nya raditya dika yang baru yang judulnya manusia setengah salmon. Awalnya agak sinis ama isi buku ini. Saya pikir, “Ah paling buku humor guyonan biasa aja. Ala raditya dika aja lah gimana. Lumayan lah buat cekakak cekikik. Itung-itung hiburan.” Saya pun sempet nyesel sebelum membaca buku itu secara keseluruhan. Tau gitu beli buku lain yang lebih bermutu. Yang lebih berat. Yang kontennya ‘lebih pintar’. Pikir saya. Ibu saya pun sempet nanya pas saya mau bayar ke kasir. “ Jadinya beli buku itu? Ngasih manfaat gak?” Di dalem hati saya menjawab. Let me see. Setelah beberapa hari buku itu terbengkalai, akhirnya saya baca juga ampe selesai. Emang sih banyak banget cerita yang bikin saya cekakak cekikik ampe ketawa-ketawa sendiri. Ok, it’s so raditya dika. Saya gak kaget. Hingga akhirnya saya berada di chapter terakhir buku ini. Chapter yang bikin saya mengemukakan pertanyaan monolog di otak saya. Is that you, raditya dika...

Silencioso

Aku merasa canggung. Ku sibukkan diriku mencari kertas dan alat tulis yang berada di dalam tas. Berkali-kali aku bersandiwara menyeruput minuman kaleng yang sebenarnya sudah habis ku minum. Aku berpura-pura sibuk. Membuat berbagai coretan di atas kertas dengan pena. Tak jelas apa yang ku tulis, aku hanya sedang menunggu lelaki di depan ku ini mengutarakan sesuatu. Ku lihat dia sibuk mengambil sesuatu dari dalam tasnya. Entah apa yang diambilnya, aku mencoba memperhatikan secara seksama. Wanita di depan ku tampak sedang kehausan, berkali-kali aku melihatnya menyeruput minuman kaleng yang tak kunjung habis. Sekarang dia sedang menuliskan sesuatu. Aku ingin bicara, tapi aku malu. Biarlah dia yang memulai pembicaraan. Satu per satu daun mulai berguguran sebagai pertanda kesunyian. Suara bising di sekitar tak mereka hiraukan. Lelaki dan perempuan ini masih terdiam. Saling mencuri pandang bergantian tak berani saling menatap. Lebih baik aku yang memulai...