Skip to main content

Kompetisi

Di semua lini kehidupan pasti ada yang namanya kompetisi. Sejak masih di dalam kandungan kita pun sudah berkompetisi dengan jutaan sel telur dan sel sperma lainnya. Jadi, kita memang di lahirkan dan di takdirkan untuk selalu berkompetisi.

Kalian tau kenapa orang yang menyukai olahraga memiliki sifat sportifitas yang lebih tinggi? Karena mereka dibiasakan dengan mindset dimana juara hanya ada satu. Mereka selalu berkompetisi mencapai juara. Berkompetisi itu baik untuk mengurangi sifat individualis.Mengajarkan kita bersikap menerima kekalahan dan menghargai kemenangan.

Kenapa harus takut dengan kompetisi? Kompetisi menjadikan diri kita pribadi yang memiliki kualitas lebih baik. Coba bayangkan, apa jadinya pemerintahan tanpa oposisi? Tidak akan ada pihak yang memberi kritik, tidak akan ada pihak yang “menyentil”, dan tidak akan ada pihak yang bisa memberikan lampu peringatan. Oposisi juga bisa mencegah terjadinya monopoli suatu pemerintahan.

Munculnya pesaing menumbuhkan jiwa kompetisi yang membuat kita “terpaksa” melakukan berbagai cara agar lebih unggul. Menurut saya ini keterpaksaan yang positif.

Contoh, kompetisi yang dilakukan oleh dua lelaki yang memperebutkan satu wanita. Mereka melakukan berbagai cara agar bisa lebih unggul daripada competitor lain nya. Alasan nya takut keduluan. Jika lelaki pertama menarik hati wanita tersebut dengan bermain piano, mungkin lelaki kedua akan berusaha bermain piano sambil bernyanyi. Semuanya dilakukan agar bisa menjadi juara. Yaitu mendapatkan hati wanita tersebut.

Coba kita perhatikan kegiatan lelang. Makin banyak competitor, makin tinggi harga yang ditawarkan. Karena setiap individu nya menginginkan kemenangan atas barang yang di lelangkan. Namun bayangkan jika tidak ada competitor, barang yang dilelang pasti ditawar dengan harga rendah.

Pertamina menjadi lebih baik ketika Shell dan Petronas mulai masuk ke Indonesia. Bukan nya takut menghadapi pesaing, mereka malah tergerak untuk memperbaiki kinerja perusahaannya. Yang akhirnya melahirkan jargon “ Pasti Pas” . Loh, jadi dulu tidak pas? Hehe

Perhatikan PLN yang selalu melakukan pemadaman bergilir. Menyebalkan. Itu karena mereka satu-satunya perusahaan tenaga listrik di Indonesia. Sepertinya mereka harus di beri pesaing dari perusahaan swasta. Untuk sedikit “menyentil” kinerjanya.

Kompetisi dan adanya pesaing pun akan membuat kita menjadi orang yang lebih kreatif. Karena secara otomatis membuat kita berpikir keras untuk melakukan inovasi yang lebih baik daripada “lawan”. Bagaimana Apple dan Microsoft berlomba-lomba menciptakan inovasi barang-barang baru untuk menarik pasar. Lihat bagaimana para provider telekomunikasi berkompetisi menawarkan tarif telepon murah dengan iklan-iklan yang cukup unik. Stasiun televise saling berlomba-lomba menawarkan program yang cukup menarik. Dan sebagainya. See?

Mulai sekarang, jangan takut berkompetisi. Seperti hukum rimba, yang kuat yang menang. Mau menang? Tambah kekuatan!

Mailida, Maret 2010

Comments

Popular posts from this blog

Mengatur Belanja Seminggu

Selama saya menikah, pengeluaran yang gak kekontrol itu pengeluaran makan. Awalnya, sebelum bikin meal preparation setiap minggunya, yang saya lakukan adalah belanja ke pasar setiap hari pulang kantor ((( setiap hari )))).  Dan itu boros banget. Mana sisa makanan pada kebuang karena busuk. Belum lagi sayur yang gampang layu dan gak bisa diolah. Yah.....namanya juga learning by doing ya. Akhirnya saya nemu cara belanja yang jauh lebih efektif, efisien, dan ekonomis. Namanya meal preparation . Dilakukan seminggu sekali dan disimpan dengan baik ke dalam storage box. Sekarang jadwal wajib saya setiap minggu pagi adalah ke pasar tradisional atau pasar modern diantar abang. Beli sayur dan lauk untuk keperluan seminggu ke depan. Dan tau gak sih, ternyata kalau kita well planned, pengeluaran makanan bisa sangat efisien. Manfaat yang saya dapet itu,  Bahan makanan pas habis dalam seminggu hampir tanpa sisa yang kebuang Hemat waktu dan hemat energi Pengeluaran makan gak boros Lebih

Pesan Moral Manusia ½ salmon

Beberapa menit yang lalu saya baru aja selesai baca buku nya raditya dika yang baru yang judulnya manusia setengah salmon. Awalnya agak sinis ama isi buku ini. Saya pikir, “Ah paling buku humor guyonan biasa aja. Ala raditya dika aja lah gimana. Lumayan lah buat cekakak cekikik. Itung-itung hiburan.” Saya pun sempet nyesel sebelum membaca buku itu secara keseluruhan. Tau gitu beli buku lain yang lebih bermutu. Yang lebih berat. Yang kontennya ‘lebih pintar’. Pikir saya. Ibu saya pun sempet nanya pas saya mau bayar ke kasir. “ Jadinya beli buku itu? Ngasih manfaat gak?” Di dalem hati saya menjawab. Let me see. Setelah beberapa hari buku itu terbengkalai, akhirnya saya baca juga ampe selesai. Emang sih banyak banget cerita yang bikin saya cekakak cekikik ampe ketawa-ketawa sendiri. Ok, it’s so raditya dika. Saya gak kaget. Hingga akhirnya saya berada di chapter terakhir buku ini. Chapter yang bikin saya mengemukakan pertanyaan monolog di otak saya. Is that you, raditya dika

Bahagia & Dian Sastrowardoyo

Apa itu bahagia? Semua orang menginginkannya. Hari ini saya mendapatkan sebuah pelajaran lagi tentang apa itu bahagia. *** Sebuah wawancara, Hitam Putih – Dian Sastrowardoyo “ Aku itu ambisius banget. Aku itu banyak mau. Tapi ternyata aku baru sadar dunia ini lebih enteng kalau kita gak terlalu ambisius-ambisius amat. Karena I have everything that I want to ternyata.” Waktu hamil, karirnya sedang berada di puncak. Awalnya agak menyalahkan kehamilan ini, tapi setelah syaelendra lahir dia bahagia sekali. Jika dirunut kebelakang, Dian adalah seorang yang ambisius dari kecil. Menurutnya, definisi ambisius adalah focus dan determine banget untuk mencapai apa yang dia mau. Dari umur 10 tahun dia sudah ingin sekolah di luar negeri more than anything in the world. Di umur segitu dia melakukan riset bagaimana caranya mendapatkan uang banyak agar bisa membiayai sekolahnya di luar negeri. Ternyata menjadi artis adalah salah satu cara untuk mendapatkan uang banyak karena ibunya