Kulihat jarum jam di tangan ku berkali-kali. Sudah berapa kali aku menghentakkan kaki. Sudah bosan aku mengeretakan buku jari. Aku sudah menunggunya dari pagi. Hampir lima jam, dan aku sudah memesan lima gelas kopi . Orang di depan ku sudah berganti tiga kali.Aku benar-benar tak sabar memberitahukan berita baik ini padanya. Namun Sadira tak kunjung datang. Seperti nya para pelayan pun sudah bosan melihatku. Aku mulai menggerutu, sepertinya dia tak akan datang.
Kesabaran ku sudah sampai di jam ke lima. Aku bereskan semua barang-barang dan memutuskan untuk pergi. Tapi… Dari kejauhan kulihat Sadira ku datang memakai baju biru celana hitam. Antara lega dan kesal. Akhirnya dia datang. Sambil memasang tampang masam aku kembali merapihkan posisi duduk ku. Mari kita dengar alasan nya..
“Maaf”
Yah aku tau, pasti kata itu yang pertama kali keluar dari mulutnya. Sudah biasa. Kata maafnya menjadi terdengar tak berguna.
“ Lalu ada kata apa setelah kata maaf? “ kata ku sambil menyuruh nya duduk. Tak biasanya dia terlihat murung seperti ini.
“Tidak ada. Hanya kata maaf kay” Sadira terlihat sangat pucat.
Aku jadi tak tega. Ku urungkan niat untuk memarahinya.
“Kau sakit? ”aku pun mengecek suhu badan nya, memanggil pelayan dan memesan vanilla latte kesukaannya. Sadira menggeleng. Dia hanya tersenyum dan memandangku kosong.
Kami sudah berhubungan selama 4 tahun sampai sekarang , dari mulai Sadira masih ‘anak kemarin sore’ hingga akhirnya dia tumbuh menjadi gadis dewasa seperti sekarang. Ini pertama kalinya kami bertemu setelah 2 tahun kami berpisah. Kami menjalani hubungan jarak jauh, dia di Indonesia dan aku di Belanda. Seharusnya dia gembira dengan kedatangan ku. Pasti ada yang tidak beres. Sadira menyembunyikan sesuatu.
“ Kopi ke 6 mas? “ pelayan kedai kopi memberikan vanilla latte pesanan ku tadi.
“ Bukan, ini untuk orang di depan ku yang dari tadi aku tunggu. Terimakasih mba” Aku pun mengambil kopi dan tissue yang di berikan pelayan tersebut. Lalu kembali mengobrol dengan Sadira. Pelayan tersebut pergi meninggalkan ku sambil berbisik kepada teman nya. Entahlah apa yang di bicarakan nya.
Sadira ku bertambah cantik saja,kulitnya tambah putih, namun sepertinya dia kurang tidur hari ini. Ada lingkaran hitam di bawah matanya. Ah sudah lama sekali aku tak bertemu dengan nya. Selama ini kami hanya berhubungan melalui email, skype atau yahoo messanger.
“ Dir, bagaimana kabar mu? Ku harap permohonan pindah kerja ku ke kedutaan Indonesia segera di ACC. Aku benar-benar tak kuat jika jauh darimu. Haha. Kau harus maklum memiliki pacar diplomat seperti ku. Sering berpindah kerja dari satu Negara ke Negara lainnya. Tapi ini semua untuk masa depan kita“ kata ku sambil mengambil surat kejutan di tas ku yang akan kuberikan pada Sadira.
“ Masa depan mu bukan dengan ku.” Perkataan Sadira membuat dunia ku berhenti seketika. Aku pun mengernyitkan dahi kebingungan.
“ Maksud mu apa dir? Kata mu kau akan menunggu ku hingga aku datang? Masa depan ku dengan mu. Masih ingat kah kau dengan mimpi kita untuk pergi berkelana keliling dunia, membangun rumah di tepi pantai agar bisa melihat senja setiap hari, menghabiskan masa tua bersama di pedesaan California, dan bermimpi bisa mengelilingi samudera memakai kapal pesiar? Ingat? “
Sadira menggenggam erat tangan ku sambil menangis. “ Aku masih ingat dan akan selalu ingat. Namun semua hanya impian. Carilah orang lain yang akan menemani mu mewujudkan impian mu. Hidup mu tidak hanya dengan ku. Ada banyak sekali wanita yang bersedia tumbuh tua dan menemani mu hingga kulit mu keriput, rambut mu menjadi putih, mengajak mu berjalan sore si tepi pantai sambil menuntun mu yang tua renta. Maaf, aku harus pergi. Ini bukan mau ku. Ini takdir. Hubungan kita harus berakhir hari ini.”
“ No. You are sugar in my coffee. Please don’t go. Apa yang terjadi? “ Benar firasat ku, ada yang disembunyikannya. Tapi apa? Mengapa keputusan ini begitu tiba-tiba?
“ Yang terjadi adalah Tuhan memiliki rencana lain untuk mu dan untuk ku. Kita akan bahagia dengan jalan yang berbeda.Dan sudah saatnya kamu meminum kopi tanpa gula. Atau cari lah gula lain untuk kopi mu.Waktu ku tak banyak. Selamat tinggal. I love you” Sadira mengecup pipi ku lalu cepat-cepat pergi.
Aku tak mengejarnya. Aku terlalu kaget hingga tak bisa melakukan apa-apa. Cukup lama aku duduk terdiam disini. Rasanya sakit sekali. Perjuangan ku selama ini untuk bisa mewujudkan impian bersama nya menjadi sia-sia. Sadira pergi.
Tapi, aku tak boleh berdiam diri! Dia harus kembali padaku. Aku harus memperjuangkannya. Aku ingin meminta penjelasan atas apa yang terjadi. Aku benar-benar tidak mengerti. Ku ambil handphone dan segera menghubungi Sadira. Ketika ku lihat handphone ku, ternyata ada 10 panggilan tak terjawab dari ibu nya Sadira. Tapi tak kuhiraukan, aku mencari kontak nama Sadira dan segera menghubunginya.
“ Hallo Dir, Dir? Dir? “ Tak ada jawaban, yang ada hanyalah suara lantunan yasin dan ayat kursi. Terdengar isak tangis di seberang sana.
“ Kay? Astagfirullah kamu sulit sekali di hubungi. Kay, Sadira kay.. Sadira.. “ itu suara ibu nya Sadira. Mengapa handphone Sadira dia yang mengangkat? Dimana Sadira?
“ Aku ingin bicara pada Sadira tante, dimana dia? “kata ku kebingungan
“ Sadira su-su-dah ti-ti-ada. Tadi pagi di-di-a mengalami kecelakaan ketika perjalanan sebelum menemui mu. Di-di-di-ma-ma-mana kau sekarang kay? “ ibu nya berkata sambil menangis terisak-isak.
Kau tahu? Dunia ku terhenti untuk kedua kalinya. Handphone ku jatuh ke lantai. Tubuh ku lunglai. Ku ambil surat kejutan yang akan kuberikan pada Sadira. Memandangi nya. Lama sekali. Semua memang sudah tak berguna.
Bandung, 7 OKTOBER 2010
Dear my sugar,
I don’t marry someone I can live with, I marry someone I can`t live without.
Sadira, Would you marry me? :)
Kay.
***
Mailida, feb 2011
Comments
Post a Comment