Mata biru itu menatap kami. Menelanjangi. Seperti mengisyaratkan pandangan “diam-kalian-disitu-dan-jangan-bergerak”. Kami menuruti. Mata biru mengintimidasi. Sudah kepalang basah, kami benar-benar terjebak. Maju kami mati, mundur di eksekusi. Keberadaannya semakin dekat. Satu jengkal dari muka kami. Suara nafasnya terdengar. Dentuman jantung nya bisa kami rasakan. Kami tak bisa pergi. Tatapan nya mengepung. Gelap malam harus segera berakhir, kami membutuhkan pagi. Tidak kah mata biru mendengar kami menangis dan terisak? Dia tak peduli. Inilah ganjaran untuk para pencuri. Katanya.
Mailida, Februari 2011
Comments
Post a Comment