Skip to main content

Satu Cangkir Teh Melati

“ Sadira? “

Hening. Tak ada sedikit pun suara yang menjawabnya. Yang aku dengar hanyalah hentakan kaki ku saja. Aku mengenang sambil berkeliling. Rumah tua ini masih sama seperti dulu. Tak ada yang berubah dan tetap terasa hangat. Foto-foto kenangan kami masih berada disitu. Masih tersusun rapi walaupun sudah mulai sedikit menguning. Ku usapkan debu tebal yang menutupi foto berbingkai tersebut. Ternyata itu foto pernikahan kami.

Kenangan indah itu kembali datang. Aku terdiam. Sejenak memandanginya. Matanya berbinar sambil tersenyum. Senyuman yang tak akan pernah ku lupakan. Ah sudahlah, lebih baik ku tutup saja foto itu. Hanya akan membuat ku merindukan nya.

Aku kembali berkeliling. Membersihkan sarang laba-laba yang menempel di sela-sela lorong. Sudah lama sekali aku tak kembali kesini. Semenjak kepergian nya lima tahun lalu. Aku menyesal karena banyak yang belum kami lakukan. Sudahkah dia merasa bahagia ketika bersama ku? Tapi aku tau penyesalan ini tak ada gunanya. Kami sudah berada di dimensi yang berbeda.

Rintikan hujan menahan ku untuk tetap berada disini. Seperti nya alam pun memberikan pertanda agar aku jangan dulu pergi untuk lebih lama mengenangnya. Hujan memang bisa meresonansikan kenangan. Seperti roll film yang diputar kembali, terlihat bayangan dirinya yang sedang menghangatkan badan di depan perapian. Memakai sweater merah motif Norwegian sambil meneguk teh melati kesukaannya.. Oh Sadira.

Aku pun menghampiri bayangan tersebut hanya untuk sekedar memeluknya. Namun bayangan itu tiba-tiba menghilang. Kini aku tersadar, Sadira memang telah jauh dari sisi. Aku tau sudah tak mungkin lagi kembali kuraih. Semua hanya sekedar mimpi.

Aku mengehela nafas panjang. Duduk di depan perapian sambil menutupi muka dengan tangan. Aku benar-benar merindukan nya. Lama sudah aku berada disitu, menangis meratapi kepergian nya. Hingga tak terasa aku pun terlelap dan mulai ketiduran.

Ternyata hujan telah berhenti ketika aku terbangun. Ku putuskan untuk pulang. Kuraih jaket dan tas untuk segera pergi. Namun ada sesuatu yang menahan ku. Aku terkejut. Telihat satu cangkir teh melati diatas perapian. Ku raih cangkir tersebut. Dan ternyata masih hangat.

Sadira, kau berada disini. Terimakasih telah datang.

Mailida, Jan 2011

Comments

Popular posts from this blog

Trip to Ujung Genteng

Tanggal 25, 26, 27 Januari kemaren, saya dan segerombolan anak kelas beserta beberapa pacar-pacar nya liburan ke Ujung Genteng. Asik bangeeettt!!!! \:D/ Whoaa akhirnyaaa kita berangkat juga. Kalau inget perjuangan H-3 sebelum keberangkatan, beuuh jangar. Migren kepala guee. Emang bener nih kata pepatah, bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian. Sebelum keberangkatan, adaaa aja hambatannya. Mulai dari mobil yang kurang, kuota overload, gak nemu penginapan murah, nyampe kekhawatiran tentang cuaca yang lagi gak baguus. Perjalanan ke ujung genteng ini cuma ngabisin duit 115.000 per orang loh. Murah tapi bukan trip murahan. Haha. Jadi sebelum berangkat, saya kumpulin iuran wajib kami sebesar 115.000 per orang. Jadi buat pembayaran bensin, makan, dan penginapan, tinggal ambil dari uang kas yang disimpin di saya. Kita berangkat dengan 3 mobil. Mobil ijal, mobil ranti, dan mobil adri. Yang ikut ada 23 orang (saya,ranti,suhe, ica,oci, adi,adri,awal,opik,janu,ita,ijal,puji,ham...

Pesan Moral Manusia ½ salmon

Beberapa menit yang lalu saya baru aja selesai baca buku nya raditya dika yang baru yang judulnya manusia setengah salmon. Awalnya agak sinis ama isi buku ini. Saya pikir, “Ah paling buku humor guyonan biasa aja. Ala raditya dika aja lah gimana. Lumayan lah buat cekakak cekikik. Itung-itung hiburan.” Saya pun sempet nyesel sebelum membaca buku itu secara keseluruhan. Tau gitu beli buku lain yang lebih bermutu. Yang lebih berat. Yang kontennya ‘lebih pintar’. Pikir saya. Ibu saya pun sempet nanya pas saya mau bayar ke kasir. “ Jadinya beli buku itu? Ngasih manfaat gak?” Di dalem hati saya menjawab. Let me see. Setelah beberapa hari buku itu terbengkalai, akhirnya saya baca juga ampe selesai. Emang sih banyak banget cerita yang bikin saya cekakak cekikik ampe ketawa-ketawa sendiri. Ok, it’s so raditya dika. Saya gak kaget. Hingga akhirnya saya berada di chapter terakhir buku ini. Chapter yang bikin saya mengemukakan pertanyaan monolog di otak saya. Is that you, raditya dika...

Mengatur Belanja Seminggu

Selama saya menikah, pengeluaran yang gak kekontrol itu pengeluaran makan. Awalnya, sebelum bikin meal preparation setiap minggunya, yang saya lakukan adalah belanja ke pasar setiap hari pulang kantor ((( setiap hari )))).  Dan itu boros banget. Mana sisa makanan pada kebuang karena busuk. Belum lagi sayur yang gampang layu dan gak bisa diolah. Yah.....namanya juga learning by doing ya. Akhirnya saya nemu cara belanja yang jauh lebih efektif, efisien, dan ekonomis. Namanya meal preparation . Dilakukan seminggu sekali dan disimpan dengan baik ke dalam storage box. Sekarang jadwal wajib saya setiap minggu pagi adalah ke pasar tradisional atau pasar modern diantar abang. Beli sayur dan lauk untuk keperluan seminggu ke depan. Dan tau gak sih, ternyata kalau kita well planned, pengeluaran makanan bisa sangat efisien. Manfaat yang saya dapet itu,  Bahan makanan pas habis dalam seminggu hampir tanpa sisa yang kebuang Hemat waktu dan hemat energi Pengeluaran makan gak bor...