Skip to main content

Kami berdua adalah Debu

Kami berdua adalah debu. Yang sedang menyusuri jalanan sudut kota. Melewati gedung-gedung tua. Angin lah yang membawa kami terbang kemanapun dia mau. Kami hanya makhluk ringan yang dikendalikan alam. Banyak yang tak menyukai, tapi tak apalah selama kami masih bersama. Terkadang kami berada di muka mu. Berkenalan dengan jerawat. Katanya kaum kami lah yang menyebabkan mereka ada. Mereka berterimakasih.

Kami sering menempel di sela-sela trotoar. Bertemu sampah dan jejak kaki. Hingga akhirnya tukang sapu itu mengusir kami terbang menuju tempat lain. Lagi-lagi kami tak tau kemana angin akan membawa. Sampailah kami di benda bening yang berkilau. Keberadaan kami disini gampang terlihat. Benar kan? Tak lama kemudian seseorang mengusapkan sesuatu hingga membuat kami terbang kembali. Kami berpegangan tangan, takut terlepas. Kami senang sekali menari-nari di terik siang. Sementara para manusia sibuk menutupi indra penciuman nya. Kami juga tak suka masuk ke dalam tubuh mu. Menelusuri paru-paru dan membuat mu membenci kami.

Angin berusaha mendekatkan kami kepada mu. Tapi kami berusaha untuk pergi. Mungkin kami baik. Tapi kami tak baik berada di dekat mu. Kau harus tau bagaimana usaha kami untuk menghindari mu. Hingga akhirnya kami pun selamat. Dan kau pun ikut selamat. Tapi kau tetap mengumpat, padahal kan.... Ah sudahlah. Perjalanan ini dilanjutkan. Ternyata kami berada di atas donat selai strawberry. Dan sebentar lagi kami akan berada di dalam mulut mu. Oh tidak, kami terjebak dan menempel. Angin, cepatlah hembuskan kami. Syukurlah kedatangan nya tepat. Angin menerbangkan kami ke jalanan. Terombang ambing hingga sampai di awan.

Perjalanan kami tiada akhir. Entah sampai kapan. Hingga maut menjemput? Memang nya kami bisa mati?

Mailida, Jan 2011

Comments

Popular posts from this blog

Trip to Ujung Genteng

Tanggal 25, 26, 27 Januari kemaren, saya dan segerombolan anak kelas beserta beberapa pacar-pacar nya liburan ke Ujung Genteng. Asik bangeeettt!!!! \:D/ Whoaa akhirnyaaa kita berangkat juga. Kalau inget perjuangan H-3 sebelum keberangkatan, beuuh jangar. Migren kepala guee. Emang bener nih kata pepatah, bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian. Sebelum keberangkatan, adaaa aja hambatannya. Mulai dari mobil yang kurang, kuota overload, gak nemu penginapan murah, nyampe kekhawatiran tentang cuaca yang lagi gak baguus. Perjalanan ke ujung genteng ini cuma ngabisin duit 115.000 per orang loh. Murah tapi bukan trip murahan. Haha. Jadi sebelum berangkat, saya kumpulin iuran wajib kami sebesar 115.000 per orang. Jadi buat pembayaran bensin, makan, dan penginapan, tinggal ambil dari uang kas yang disimpin di saya. Kita berangkat dengan 3 mobil. Mobil ijal, mobil ranti, dan mobil adri. Yang ikut ada 23 orang (saya,ranti,suhe, ica,oci, adi,adri,awal,opik,janu,ita,ijal,puji,ham...

Flashback

If you carry your childhood with you, you never become older Tom Stoppard Udah lama banget deh pengen nulis tentang masa SD saya di SALMAN, tapi selalu aja gak sempet dan gak ada waktu. Males sih sebenernya. Hahaha . Mangkanya mumpung gak males, saya pengen cerita deh Masa SD saya yang super menyena ngkan. And the story begin..... EX-CALIBUR Dulu pas zaman SD saya punya dua geng. Geng pertama namanya excalibur, anggotanya Saya, Putri , Kania , Hamdan , Bajay , Rian . Sayangnya kita bukan geng anak manis. Yah bisa dibilang partner in crime lah. Kita punya markas di bawah bunga bougenvil di deket pintu masuk sekolah. Gila ya how small nya kita dulu ampe cukup duduk ber 6 di bawah ta naman bougenvil. Disana kita sering rapat. Dan kalian tau apa yang kita rapatin? Ini nih topik rapat kita. " Dimana lagi ya markas kita selanjutnya? " Setelah mendapatkan conclusion dari rapat tersebut, akhirnya kita pindah markas. Setelah markas baru sudah di tentukan, kita rapat lagi un...

Pesan Moral Manusia ½ salmon

Beberapa menit yang lalu saya baru aja selesai baca buku nya raditya dika yang baru yang judulnya manusia setengah salmon. Awalnya agak sinis ama isi buku ini. Saya pikir, “Ah paling buku humor guyonan biasa aja. Ala raditya dika aja lah gimana. Lumayan lah buat cekakak cekikik. Itung-itung hiburan.” Saya pun sempet nyesel sebelum membaca buku itu secara keseluruhan. Tau gitu beli buku lain yang lebih bermutu. Yang lebih berat. Yang kontennya ‘lebih pintar’. Pikir saya. Ibu saya pun sempet nanya pas saya mau bayar ke kasir. “ Jadinya beli buku itu? Ngasih manfaat gak?” Di dalem hati saya menjawab. Let me see. Setelah beberapa hari buku itu terbengkalai, akhirnya saya baca juga ampe selesai. Emang sih banyak banget cerita yang bikin saya cekakak cekikik ampe ketawa-ketawa sendiri. Ok, it’s so raditya dika. Saya gak kaget. Hingga akhirnya saya berada di chapter terakhir buku ini. Chapter yang bikin saya mengemukakan pertanyaan monolog di otak saya. Is that you, raditya dika...