
Kami berdua adalah debu. Yang sedang menyusuri jalanan sudut kota. Melewati gedung-gedung tua. Angin lah yang membawa kami terbang kemanapun dia mau. Kami hanya makhluk ringan yang dikendalikan alam. Banyak yang tak menyukai, tapi tak apalah selama kami masih bersama. Terkadang kami berada di muka mu. Berkenalan dengan jerawat. Katanya kaum kami lah yang menyebabkan mereka ada. Mereka berterimakasih.
Kami sering menempel di sela-sela trotoar. Bertemu sampah dan jejak kaki. Hingga akhirnya tukang sapu itu mengusir kami terbang menuju tempat lain. Lagi-lagi kami tak tau kemana angin akan membawa. Sampailah kami di benda bening yang berkilau. Keberadaan kami disini gampang terlihat. Benar kan? Tak lama kemudian seseorang mengusapkan sesuatu hingga membuat kami terbang kembali. Kami berpegangan tangan, takut terlepas. Kami senang sekali menari-nari di terik siang. Sementara para manusia sibuk menutupi indra penciuman nya. Kami juga tak suka masuk ke dalam tubuh mu. Menelusuri paru-paru dan membuat mu membenci kami.
Angin berusaha mendekatkan kami kepada mu. Tapi kami berusaha untuk pergi. Mungkin kami baik. Tapi kami tak baik berada di dekat mu. Kau harus tau bagaimana usaha kami untuk menghindari mu. Hingga akhirnya kami pun selamat. Dan kau pun ikut selamat. Tapi kau tetap mengumpat, padahal kan.... Ah sudahlah. Perjalanan ini dilanjutkan. Ternyata kami berada di atas donat selai strawberry. Dan sebentar lagi kami akan berada di dalam mulut mu. Oh tidak, kami terjebak dan menempel. Angin, cepatlah hembuskan kami. Syukurlah kedatangan nya tepat. Angin menerbangkan kami ke jalanan. Terombang ambing hingga sampai di awan.
Perjalanan kami tiada akhir. Entah sampai kapan. Hingga maut menjemput? Memang nya kami bisa mati?
Mailida, Jan 2011
Comments
Post a Comment