#True Story
Dulu ada seseorang bernama Bi Aat yang bekerja di rumah saya. Suaminya saya panggil Om Agus. Bi Aat dan Om Agus memiliki tiga orang anak. Tapi anak ketiga mereka di serahkan kepada orang lain. Mengapa? Bukan karena mereka tak sayang, tapi mereka takut tidak mampu membiayainya. Anak kedua mereka lumpuh. Dan belum bisa bicara. Kemana mana harus bersama ibunya. Biaya berobatnya begitu mahal. Mereka tidak bisa membayangkan jika anak ketiga mereka harus hidup dengan kesulitan ekonomi yang mereka rasakan sekarang.
Anak adalah kehendak Tuhan. Masalah rezeki pasti sudah diatur oleh yang diatas. Tidak perlu takut. Ya betul, tidak-perlu-takut. Saya beri bold line dan underline agar memperjelas.
Saya pernah liat tukang remote yang berteriak-teriak menjajakan dagangan nya pada malam hari, ketika itu kalau tidak salah sudah jam sebelas malam. Berjualan remote jam sebelas malam? Tidak kah itu konyol? Saya pun mengkhawatirkan rezekinya. Tapi ya itu, rezeki sudah ada yang mengatur. Siapa tau ada seseorang yang membutuhkan remote pada jam sebelas malam. Dan benar saja, tiba-tiba terdengar suara tetangga saya yang keluar memanggil-manggil tukang remote tersebut. Hari itu sedang berlangsung piala AFF, tetangga saya pasti belum tidur, dan mungkin saja dia sedang menonton bola dan remote nya rusak. Kebetulan? Bukan. Ini Takdir. Betul kan? Rezeki memang sudah ada yang mengatur. Ok, kembali ke kisah Bi Aat dan Om Agus.
Awalnya saya menentang keras ketika mendengar bayi mereka berencana di adopsi orang lain dengan alasan khawatir tidak bisa membiayai. Mengapa mereka terlalu memusingkan tentang rezeki? Itu bukan urusan mereka. Tapi urusan Tuhan. Yang seharusnya mereka lakukan hanyalah berusaha sekeras mungkin. Tapi-mereka-menyerah sebelum perang benar-benar di mulai. Mereka terlalu memusingkan hari esok. Membelenggu diri nya sendiri dengan ke khawatiran yang sebenarnya belum tentu akan terjadi. Mengapa tidak belajar dari tukang remote?
Lucunya, orang yang memiliki ke khawatiran berlebih akan merasa puas hingga kekhawatirannya menjadi nyata. Lalu berkata, “ Tuh kan benar, apa yang saya khawatirkan terjadi? ”
Bi Aat dan Om Agus tetap pada pendiriannya. Mereka tidak mengindahkan perkataan saya ataupun nasehat dari kedua orang tua saya. Mereka tetap menyerahkan anak mereka kepada seseorang yang lebih bisa mengurusnya. Ya sudahlah, kami pun tidak memiliki kapasitas untuk ikut campur lebih jauh. Toh, anak mereka berada di tangan yang tepat. Orang tua yang akan mengadopsi anak tersebut adalah teman kedua orang tua saya. Mereka adalah keluarga yang tidak bisa memiliki anak. Alhamdulillah mereka cukup mapan. Dan memiliki dasar agama yang baik pula.
Anak laki-laki itu lahir. Sehat dan sangat tampan. Hanya bertahan satu hari, anak itu sudah dibawa pergi. Sekarang anak laki-laki tersebut sudah berusia dua tahun, Bi Aat dan Om Agus tidak pernah lagi bertemu dengan anak laki-laki satu-satu nya tersebut. Mereka pun tidak pernah bertanya atau mencarinya. Hingga akhirnya mereka datang hari ini, dan berada di ruang tamu rumah saya…
“ Boleh gak pak saya pengen liat anak saya. Gak apa-apa dari jauh juga.. “
Mailida, Jan 2011
Comments
Post a Comment