Skip to main content

Nanti

Tidak ada yang salah dengan sebuah perasaan tulus

Karena memiliki perasaan tulus itu benar

Yang salah adalah

Siapakah yang mendapatkan perasaan tersebut

Mungkin disinilah masalahnya

Ketika perasaan yang tepat selalu diberikan kepada orang orang yang kurang tepat

Tapi,

Bisa saja ini memang bukan salah orangnya

Mungkin juga salah waktunya

Mengapa kita di pertemukan terlalu cepat

Atau mungkin, terlambat

Akan ada masa dimana semua nya akan beriringan bersama

Saat ……

Waktu,

Perasaan,

Juga pelaku nya,

Berada di tengah-tengah terlalu cepat dan terlambat

Nanti.

Comments

Popular posts from this blog

Mengatur Belanja Seminggu

Selama saya menikah, pengeluaran yang gak kekontrol itu pengeluaran makan. Awalnya, sebelum bikin meal preparation setiap minggunya, yang saya lakukan adalah belanja ke pasar setiap hari pulang kantor ((( setiap hari )))).  Dan itu boros banget. Mana sisa makanan pada kebuang karena busuk. Belum lagi sayur yang gampang layu dan gak bisa diolah. Yah.....namanya juga learning by doing ya. Akhirnya saya nemu cara belanja yang jauh lebih efektif, efisien, dan ekonomis. Namanya meal preparation . Dilakukan seminggu sekali dan disimpan dengan baik ke dalam storage box. Sekarang jadwal wajib saya setiap minggu pagi adalah ke pasar tradisional atau pasar modern diantar abang. Beli sayur dan lauk untuk keperluan seminggu ke depan. Dan tau gak sih, ternyata kalau kita well planned, pengeluaran makanan bisa sangat efisien. Manfaat yang saya dapet itu,  Bahan makanan pas habis dalam seminggu hampir tanpa sisa yang kebuang Hemat waktu dan hemat energi Pengeluaran makan gak bor...

Pesan Moral Manusia ½ salmon

Beberapa menit yang lalu saya baru aja selesai baca buku nya raditya dika yang baru yang judulnya manusia setengah salmon. Awalnya agak sinis ama isi buku ini. Saya pikir, “Ah paling buku humor guyonan biasa aja. Ala raditya dika aja lah gimana. Lumayan lah buat cekakak cekikik. Itung-itung hiburan.” Saya pun sempet nyesel sebelum membaca buku itu secara keseluruhan. Tau gitu beli buku lain yang lebih bermutu. Yang lebih berat. Yang kontennya ‘lebih pintar’. Pikir saya. Ibu saya pun sempet nanya pas saya mau bayar ke kasir. “ Jadinya beli buku itu? Ngasih manfaat gak?” Di dalem hati saya menjawab. Let me see. Setelah beberapa hari buku itu terbengkalai, akhirnya saya baca juga ampe selesai. Emang sih banyak banget cerita yang bikin saya cekakak cekikik ampe ketawa-ketawa sendiri. Ok, it’s so raditya dika. Saya gak kaget. Hingga akhirnya saya berada di chapter terakhir buku ini. Chapter yang bikin saya mengemukakan pertanyaan monolog di otak saya. Is that you, raditya dika...

Silencioso

Aku merasa canggung. Ku sibukkan diriku mencari kertas dan alat tulis yang berada di dalam tas. Berkali-kali aku bersandiwara menyeruput minuman kaleng yang sebenarnya sudah habis ku minum. Aku berpura-pura sibuk. Membuat berbagai coretan di atas kertas dengan pena. Tak jelas apa yang ku tulis, aku hanya sedang menunggu lelaki di depan ku ini mengutarakan sesuatu. Ku lihat dia sibuk mengambil sesuatu dari dalam tasnya. Entah apa yang diambilnya, aku mencoba memperhatikan secara seksama. Wanita di depan ku tampak sedang kehausan, berkali-kali aku melihatnya menyeruput minuman kaleng yang tak kunjung habis. Sekarang dia sedang menuliskan sesuatu. Aku ingin bicara, tapi aku malu. Biarlah dia yang memulai pembicaraan. Satu per satu daun mulai berguguran sebagai pertanda kesunyian. Suara bising di sekitar tak mereka hiraukan. Lelaki dan perempuan ini masih terdiam. Saling mencuri pandang bergantian tak berani saling menatap. Lebih baik aku yang memulai...